kievskiy.org

Dampak Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung: Amdal Kejar Proyek dan Dugaan Pelanggaran HAM

Pemandangan jalur dan terowongan kereta cepat di kawasan Desa Mandalasari, Kecamatan Cikalongwetan, Kabupaten Bandung Barat, Kamis, 5 Oktober 2023.
Pemandangan jalur dan terowongan kereta cepat di kawasan Desa Mandalasari, Kecamatan Cikalongwetan, Kabupaten Bandung Barat, Kamis, 5 Oktober 2023. /Pikiran Rakyat/Bambang Arifianto

PIKIRAN RAKYAT - Hilangnya mata air warga setelah proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung hadir menunjukkan adanya persoalan dalam penanganan dampak akibat pengerjaan proyek. Pengerjaan dokumen lingkungan pun dinilai hanya mengejar target pelaksanaan dan dampak proyek diduga masuk kategori pelanggaran hak asasi manusia.

Potensi dampak pembangunan terowongan kereta cepat terhadap lingkungan sebetulnya sudah tertuang dalam dokumen Analisis Dampak Lingkungan Hidup (Amdal) Rencana Kegiatan Pembangunan Jalan Kereta Api Cepat Jakarta-Bandung pada 2016. Pada halaman 93 dokumen yang dikenal sebagai Amdal itu, disebutkan sejumlah dampak potensial pembuatan terowongan seperti peningkatan intensitas getaran, gangguan terhadap lapisan akuifer, penurunan kualitas air permukaan, penurunan kuantitas flora darat, gangguan terhadap biota air, gangguan terhadap kenyamanan, serta perubahan sikap dan persepsi masyarakat.

Lapisan akuifer merupakan lapisan kulit bumi berpori yang dapat menahan air serta terletak di antara dua lapisan kedap air. Dalam situs balaiairtanah.com, disebutkan kaitan antara akuifer dengan mata air. Mata air merupakan sebuah keadaan alami di mana air tanah mengalir keluar dari akuifer menuju permukaan tanah serta menjadi sumber air bersih. Penjelasan lebih lanjut juga ada di halaman 254 dan selanjutnya dokumen Amdal mengenai gangguan terhadap lapisan akuifer.

"Adanya kegiatan pembuatan terowongan (tunnel) pada 11 lokasi sepanjang 15,63 km diperkirakan akan menyebabkan adanya aliran air tanah yang keluar dari dasar terowongan ataupun dinding terowongan yang akan menyebabkan terjadinya penurunan muka air tanah," begitu tertulis.

Baca Juga: Kereta Cepat Jakarta-Bandung Hadir, Mata Air Hilang dan Musala Bangkrut di Bandung Barat

Dokumen Amdal juga menyebutkan bahwa di beberapa lokasi terowongan, yakni tunnel 1 (Jakarta Timur), tunnel 2 (Purwakarta, dan tunnel 11 (Kabupaten Bandung Barat), terdapat cekungan air tanah sehingga perlu diwaspadai. Keterangan lebih lanjut merinci lokasi tersebut, yakni tunnel 1 berada di Kelurahan Halim Perdana Kusuma, tunnel 2 (Kecamatan Sukatani), dan tunnel 11 (Kecamatan Padalarang).‎

Sebagian tunnel 11 disebutkan masuk cekungan air tanah Batujajar. Meski ada tunnel 6 hingga tunnel 11 yang juga masuk wilayah KBB, tetapi tunnel 11 di Padalarang saja yang dinyatakan memiliki cekungan air tanah.Masyarakat di tunnel 1, 2, dan 11 yang menggunakan sumur pantek yang menjadi sumber air bersih atau air minum yang akan merasakan dampak gangguan akuifer. Sisanya, disebutkan dalam dokumen sebagai, bukan cekungan air tanah atau cekungan air tanah tidak potensial.

Hal itu berbeda dengan temuan yang mendapati hilangnya sejumlah mata air di wilayah KBB yang ditengarai akibat pengerjaan terowongan di luar tunnel 11 wilayah Padalarang. Pada halaman 299, dokumen mencatat pula persoalan gangguan terhadap lapisan akuifer. Intensitas dampaknya disebutkan tergolong tinggi, yaitu kemungkinan adanya gangguan terhadap cadangan air masyarakat yang ada di atas bangunan tunnel.

Lalu bagaimana pengelolaan terhadap gangguan akuifer? Jawabannya tertera di halaman 306 dokumen Amdal, yakni menutup rembesan menggunakan pembetonan dengan cara shotcrete dan grouting, inventarisasi sumur penduduk yang berada di atas jalur tunnel sebelum dilaksanakannya pengerjaan pembuatan tunnel, dan pembuatan sumur di luar jalur tunnel yang kemudian dialirkan ke rumah penduduk yang terkena dampak.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat