PIKIRAN RAKYAT - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melalui Pusat Riset Kebencanaan Geologi (PRKG) melakukan penelitian ancaman gerakan tanah di zona sesar lembang. Sesar Lembang merupakan sesar aktif sepanjang 29 km yang membentang dari daerah Padalarang hingga Jatinangor.
Penelitian itu dilakukan, untuk mendukung pembangunan sistem peringatan dini sesar lembang. Selain itu juga menjadi sarana penelitian dan edukasi observatorium sesar lembang terkait monitoring gerakan tanah.
Keberadaan sesar aktif tersebut dapat menghasilkan gempa bumi dengan skala Mw 6,5 hingga 7,0.
"Sesar lembang ini berpotensi menimbulkan bencana yang berkaitan dengan efek goncangan dan kelongsoran lereng di wilayah yang berada pada zona sesar aktif ini," kata Peneliti Ahli Pertama Pusat Riset Kebencanaan Geologi BRIN, Antonina Pri Martireni.
Sistem Peringatan Dini Sesar Lembang
Oleh karena itu, untuk mengantisipasi hal tersebut, diperlukan suatu cara atau sistem untuk memantau atau memonitoring gerakan tanah. Tujuannya, untuk mengetahui kondisi kestabilan lereng batuan, ancaman kelongsoran, dan gempa bumi.
Halitu bermanfaat guna meminimalisir kerugian yang dialami masyarakat dan membantu pemerintah memberi informasi akan terjadi bencana gerakan tanah, longsor, atau gempa bumi melalui website dan dipantau secara realtime.
Antonina Pri Martireni menjelaskan cara kerja alat monitoring gerakan tanah ini adalah apabila akan ada pergerakan tanah yang berlebihan atau indikasi untuk terjadi longsong, maka sistem akan memberikan suatu tanda atau sirene atau lampu untuk memberi informasi atau kebijakan tindakan yang harus diambil dalam menghadapi bencana.
Langkah evakuasi akan dilakukan apabila gerakan tanah dari sistem monitoring menunjukkan gerakan yang besar, sehingga menghindari terjadi banyak kerugian.
Apalagi, Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki tingkat bencana alam, termasuk bencana gerakan tanah, yang cukup tinggi. Di antaranya bencana longsor dan gempabumi.