kievskiy.org

Penghapusan Raskin Jangan Ganggu Ketahanan Pangan

JAKARTA, (PR).- Wakil Ketua Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Herman Khaeron mengingatkan, rencana pemerintah mengganti kebijakan bantuan raskin (beras untuk orang miskin) dengan voucher jangan sampai mengganggu ketahanan pangan nasional. Pasalnya, raskin adalah cermin sistem ketahanan pangan nasional. "Kalau kebijakan raskin dihapus dikhawatirkan akan menimbulkan destabilisasi pangan khususnya beras," kata Herman di Jakarta. Hal itu menang api rencana pemerintah menggeser peran dan fungsi Badan Urusan Logistik (Bulog) melalui pemberlakuan voucher. Dalam diskusi bertajuk "Arah Kebijakan Voucher Pangan", Herman juga mengatakan bahwa kebijakan sistem voucher juga rawan spekulasi, sehingga tetap harus diawasi agar nantinya bisa tepat sasaran. Seperti diketahui, Kantor Staf Presiden saat ini tengah mematangkan payung hukum untuk mengganti kebijakan raskin dengan pemberian voucher pangan kepada 15,5 juta rumah tangga sasaran. Voucher itu nantinya dapat ditukar dengan beras dan telur. Menurut Herman, voucher pangan ini bakal menjadi permainan spekulan. Sistem dari pemerintah sering membuka celah bagi spekulan. Karena itu, dia mengingatkan agar pemerintah berhati-hati jika memaksakan pemberlakuan vocher ini. “Saya lebih setuju dan ini mungkin jalan tengah, yaitu bila vocher ini, ditujukan untuk diversifikasi pangan khususnya terhadap pangan local,” katanya. Dicontohkan, di Irian Jaya masyarakat biasa mengkonsumsi sagu atau umbi-umbian. Maka pemberlakuan voucher bisa dilakukan disesuaikan dengan pangan lokal, sehingga tujuan diversifikasi pangan juga tercapai. Herman mengatakan, kebijakan voucher pangan sama halnya dengan menggeser peran dan fungsi Bulog ke pedagang ritel swasta melalui pengadaan voucher. "Selama ini Bulog tak hanya mengemban tugas penyaluran raskin. Apakah peran sistem ketahanan pangan bisa diambil alih oleh voucher? Kalau mau mengganti peran Bulog, maka kebijakan voucher ini harus punya stok nasional yang 3,5 juta ton," paparnya. Diperkirakan, rencana penerapan voucher pangan akan memicu peningkatan inflasi komponen volatile food, seperti yang terjadi pada awal 2015. "Pada November 2014 pemerintah ribut-ribut mengganti raskin menjadi e-money. Harga pangan merangkak naik tinggi sejak Desember 2014 sampai Februari 2015," tuturnya. Penilaian senada juga disampaikan Pengamat Kebijakan Pertanian, Bustanul Arifin. Menurut dia, kebijakan raskin terbukti telah memberikan kontribusi terhadap instabilitas harga pangan. "Kalau penyaluran raskin terlambat, maka harga pangan melonjak," tambahnya. Dia menyebutkan, pada 2015 penyaluran raskin sempat mengalami keterlambatan hingga dua bulan. "Saat itu harga pangan, terutama beras melonjak hingga 25 persen. Apa kalau berubah menjadi voucher bisa menjaga stabilitas pangan?" ujar Bustanul.***

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat