kievskiy.org

Dua Kilang Pertamina Beroperasi, Swasembada BBM Akan Terwujud

JAKARTA, (PR).- Seiring beroperasinya dua kilang yang dikelola PT Pertamina (Persero) upaya swasembada bahan bakar minyak (BBM) pada 2023 akan dapat terwujud. Dengan beroperasinya Kilang Trans Pacific Petroleum Indotama (TPPI) di Tuban, Jawa Timur dan Residual Fluid Catalytic Cracker (RFCC) Cilacap, Jawa Tengah, Pertamina kini tak lagi mengimpor solar. "Kunci untuk menunjang swasembada BBM adalah meningkatkan produksi minyak mentah di dalam negeri. Jika memungkinkan meningkatkan program farm in ladang-ladang minyak yang beroperasi di Indonesia dan di kawasan Timur Tengah seperti Irak, Iran dan Kuwait yang mempunyai kualitas minyak light crude," kata Dirgo Purbo, pengajar Geoekonomi Lembaga Ketananan Nasional (Lemhanas) di Jakarta, Selasa 12 Juli 2016. Menurut informasi, dengan beroperasikan kilang RFCC dan TPPI maka sejak Mei 2016 Pertamina justru sudah surplus solar karena produksi nasional sudah mencapai 51 juta barel. Bila konsisten, maka pada 2023 bisa swasembada BBM karena produksi dari kilang mencapai dua juta barel per hari. Dirgo mengatakan, pengoperasian kedua kilang itu berdampak signifikan bagi perekonomian nasional karena dua tempat tersebut ke depan akan menjadi kompleks industri petrokimia terbesar di Tanah Air. Selain memasok kebutuhan industri dasar dan mengurangi ketergantungan impor BBM, pengoperasian dua kilang pengolahan tersebut juga akan mengurangi penggunaan devisa. “Secara keseluruhan tentunya dengan beroperasi kedua kilang tersebut negara diuntungkan," ujar Dirgo. Kilang TPPI, yang terkenal akan teknologinya yang canggih dan efisien, dalam jangka panjang akan menjadi kompleks industri petrokimia. Potensi kawasan itu menjadi pusat pengembangan petrokimia sangat besar karena Kilang TPPI selain mampu memproduksi Premium, Solar, LPG dan HOMC 92 (dikenal sebagai Pertamax 92) juga dapat menghasilkan aromatik. Bahan-bahan turunan dimaksud antara lain, petrochemical, seperti Paraxylene, Orthoxylene, Benzene, dan Toluene yang dibutuhkan oleh industri nasional. “Ini adalah masa depan industri dasar petrokimia di Indonesia, jangan berhenti,” kata Dirgo. Sedangkan RFCC Cilacap, selain produksi bahan bakar minyak juga memproduksi petrokimia dengan peningkatan menonjol pada produksi paraxylene dari 280.000 barel per hari menjadi 485.000 barel per hari. RFCC Cilacap juga mengembangkan pabrik produksi polypropylene baru untuk menaikkan produksi polypropylene menjadi 153.000 kilo ton per tahun. Proyek ini ditargetkan tuntas dan beroperasi pada 2021. Berdasarkan data Pertamina, pengoperasian RFCC Cilacap dan Kilang TPPI membuat impor premium turun sekitar 30%-42% dan pengurangan impor minyak diesel/solar sebanyak 44%. Unit RFCC mengolah feed stock berupa LSWR sebanyak 62.000 barel per hari (bph) menjadi produk bernilai tinggi, yaitu HOMC 37 ribu bph. Dari produksi HOMC tersebut, sebagian besarnya diproses lebih lanjut untuk diproduksikan menjadi premium sehingga produksi premium dari kilang Cilacap naik dari 61 ribu bph menjadi 91 ribu bph. Sementara itu kilang TPPI dapat mengolah sekitar 100 ribu barel per hari kondensat dan naphta. Dari pengolahan bahan baku dengan mogas mode akan diperoleh beberapa produk minyak, seperti LPG, Solar, Fuel Oil, Premium, dan HOMC. TPPI dapat menghasilkan sekitar 61.000 bph premium, 10.000 bph HOMC, dan 11.500 bph solar. Direktur Eksekutif Energi Watch Indonesia Ferdinand Hutahean mengatakan, untuk menuju swasembada BBM pada 2023 bukan hal mudah jika tidak dilakukan upaya yang kompeherensif. Paling utama yang harus dilakukan adalah pembangunan kilang minyak hingga mencapai kapasitas minimal dua juta barel perhari, meningkatkan bauran energi dengan bioenergi serta substitusi energi. "Untuk mengoptimalkan kilang kita tidak hanya bisa berpangku pada minyak mentah lokal. Masalahnya juga belum tentu minyak mentah kita cocok spek-nya diolah dikilang yang ada. Jadi tetap harus ada kerja sama jangka panjang dengan produsen minyak dari luar," ungkap dia. Pengoperasian RFCC Cilacap dan TPPI, lanjut Ferdinand, akan mengurangi impor BBM nasional cukup signifikan. Dengan mengurangi angka impor nasional akan berpengaruh terhadap neraca perdagangan dan berpengaruh terhadap penggunaan valuta asing yang selama ini digunakan untuk impor BBM. “Selain pengurangan angka impor, pengoperasian RFCC Cilacap dan TPPI juga akan meningkatnya daya tahan energi nasional serta pertumbuhan industri dasar di Tanah Air,” katanya.***

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat