kievskiy.org

Fluktuatif, Kenaikan Harga BBM Umum

Pengendara antre di salah satu Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di Jalan Naripan, Kota Bandung.
Pengendara antre di salah satu Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di Jalan Naripan, Kota Bandung.

JAKARTA, (PR).- Wakil Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Ahmad Bambang menjelaskan, kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) yakni Pertalite, Pertamax, Pertamax Plus, dan Pertamax Turbo merupakan hal biasa dan mengikuti pasar. Pasalnya, hal itu merupakan BBM umum, bukan BBM subsidi atau BBM penugasan.

"Pertamax series itu sama dengan BBM yang dijual di SPBU Shell, Total, dan AKR. Harganya memang fluktuatif, bisa berubah tiap 2 minggu mengikuti harga minyak dunia dan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS," ungkapnya kepada wartawan di Jakarta, Senin 9 Januari 2017.

Menurut Ahmad Bambang, perubahan harga BBM umum adalah hal yang biasa saja. Harga BBM di SPBU Shell, Total, dan AKR pun berubah-ubah. "Apakah harga BBM Shell, Total, dan AKR juga ditetapkan oleh menteri?" tanya dia.

Dijelaskan, mekanisme penetapan harga Pertamax series berbeda dengan Solar dan Premium. Hal ini diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 (Perpres 191/2014). Dikatakan, dalam pasal 15 ayat 2 Perpres 191/2014 disebutkan, untuk Harga Indeks Pasar (HIP) BBM umum ditetapkan Badan Usaha dan dilaporkan pada Menteri ESDM. 

Artinya, Pertamina sebagai badan usaha cukup melaporkan saja harga Pertalite, Pertamax, Pertamax Plus, dan Pertamax Turbo pada Menteri ESDM. "Namun Pertamina tidak bisa mengambil untung setinggi langit karena Peraturan Menteri ESDM Nomor 39 Tahun 2014 membatasi margin untuk BBM umum sebesar 5-10%," turnya.

Sebelumnya, pengamat Kebijakan Energi, Sofyano Zakaria menilai, kenaikan harga BBM non subsidi seperti Pertamax, Turbo, Pertalite, Dex dan Dexlite yang dijual Pertamina atau badan usaha lain seperti Shell, Total dan AKR disebabkan naiknya harga minyak dunia sejak bulan lalu.

"Harga BBM yang naik hanya yang non subsidi (harga keekonomian) yang dijual Pertamina dan badan usaha lain memang mengikuti harga pasar yang pada bulan lalu rata-rata berada di angka US$ 44-47 per barel, saat ini naik US$ 52-55 per barel sehingga tentu saja harga produk juga ikut naik," katanya.

Menurut Sofyano, kenaikan harga jual BBM keekonomian (non subsidi) juga terjadi di seluruh dunia, kecuali pada negara-negara yang memang masih mensubsidi BBM-nya. "Dan ini sama seperti yang terjadi di Indonesia," ucapnya.

"Disamping karena naiknya harga minyak dunia, harga BBM non subsidi/keekonomian juga terpengaruh dengan kurs US Dollar," tambah Sofyano.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat