kievskiy.org

Kejahatan Siber Ancam Lembaga Pemerintahan dan Bisnis

BANDUNG, (PR).- Lembaga pemerintahan dan bisnis harus semakin memperhatikan tingkat keamanan teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Beberapa tahun belakangan kasus kejahatan di duia maya, terkait pembobolan data, semakin sering terjadi dan menimbulkan kerugian besar, baik secara finansial maupun nonfinansial. Demikian diungkapkan Kepala Balai Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Provinsi Jabar Ika Mardiah pada Lokakarya “Elevating Information Security Awareness for Productivity" di Hotel Horison, Jln. Pelajar Pejuang 45, Bandung, Kamis, 30 Maret 2017. Menurut dia, kerugian terbesar adalah hancurnya reputasi lembaga terkait, baik pemerintahan maupun perusahaan. "Keamanan TIK sudah menjadi kebutuhan bagi seluruh penyelenggara sistem elektronik, baik lemabaga pemerintahan maupun bisnis. Sayangnya, masih banyak lembaga yang menyepelekan keamanan TIK," katanya. Ia mengataan, keamanan informasi bukan sekedar aspek teknis semata, atau sekedar pemenuhan dokumen kebijakan dan prosedur. Akan tetapi, merupakan suatu siklus manajemen mulai dari perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan upaya perbaikan. “Untuk perbankan dan industri keuangan yang menggunakan transaksi online sudah diwajibkan OJK, demikian pula untuk BUMN dan Internet Service Provider. Lembaga lainnya belum banyak,” ujar Ika. Technical Director PT Salix Scura Sanctuary, Andri Sentiono, mengatakan, kebutuhan keamanan TIK berkembang seiring dengan bertambahnya fitur yang digunakan. Menurut dia, fitur baru akan menhadirkan celah keamanan baru. "Keamanan TIK mengikuti perkembangan fitur TIK yang digunakan perusahaan dan pemerintahan. Begitu juga dengan e-commerce dan marketplace. Semua yang terkait transaksi, baik keuangan maupun perizinan, rawan mengalami serangan," katanya. Tidak main-ain Chief Lembaga Riset Telematika Sharing Vision yang juga Dosen STEI ITB, Dr. Dimitri Mahayana, mengatakan, kejahatan dunia maya di tanah air tidak main-main. Tahun 2013 silam, Indonesia jadi negara urutan pertama dibidik serangan dengan 42 ribu serangan harian. "Kita telah menjadi negara yang miliki risiko tinggi keamanan teknologi informasi. Risiko lain yakni cyber intelligence serta cyber espionage, seluruhnya merongrong keamanan perusahaan dan negara," sambungnya. Dari sejumlah survei yang telah dilakukan Sharing Vision periode 2013-2016, dari 20 perusahaan menunjukkan jika 65% pernah alami “kecelakaan” security. Meski demikian tidak sedikit perusahaan yang melakukan langkah pengamanan IT. Ada 82% yang telah lakukan itu dan 91% miliki pengaturan atas hak akses di perusahaan. “Mungkin suatu saat lebih dari 50% aktivitas masyarakat dan kenegaraan dilakukan melalui dunia siber. Saat ini rata-rata Threat Exposure Rate (TER) Indonesia menduduki peringkat pertama dunia dengan persentase sebesar 23,54 persen,” lanjut Dimitri. Beberapa kasus telah terjadi diduga menjadi akibat dari efek buruk penggunaan jejaring sosial dan media online seperti game online, yaitu kekerasan yang dilakukan oleh anak di bawah umur, kejahatan seksual, maupun kasus penculikan. Riset Sharing Vision terhadap 151 responden media sosial menunjukkan, kasus seperti bertemu akun palsu (22%), password diketahui orang lain (13,6%), maupun pencurian akun (9,9%). Mengacu kejadian di Inggris, bahwa di tahun 2012, terjadi pelaporan kejahatan yang terkait dengan Facebook sebanyak 40 laporan per menit. Dari angka-angka itu menunjukkan bahwa ada kerentanan yang perlu diperbaiki, khususnya di sisi security. Ketika era semakin maju dan cybe rcrime merajalela maka sulit jika dilakukan tindakan penanggulangan pada saat kasus telah terlanjur terjadi.***

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat