kievskiy.org

Aturan Baru Sertifikasi Halal, Antara Memberangus atau Menciptakan Monopoli dan Maladministrasi

Pengunjung melihat produk bersertifikat halal dalam pameran Malang Islamic Movement di Mall Dinoyo City Malang, Jawa Timur, Kamis 2 Desember 2021.
Pengunjung melihat produk bersertifikat halal dalam pameran Malang Islamic Movement di Mall Dinoyo City Malang, Jawa Timur, Kamis 2 Desember 2021. /Antara/Ari Bowo Sucipto

PIKIRAN RAKYAT - Label halal dalam setiap produk yang dikonsumsi masyarakat seolah telah menjadi menjadi hal yang 'diwajibkan'. Buntutnya, para pelaku usaha berupaya memenuhi kriteria halal agar produknya bisa dipasarkan secara luas bahkan hingga ke luar negeri dan terhindar dari serentetan masalah.

Hukum supply and demand berlaku, saat permintaan tinggi, biayanya cenderung dipermainkan dan mejadi tinggi. Sangkaan adanya praktik monopoli tak terhindarkan.

Tingginya permintaan sertifikasi halal tentu direspons LPPOM MUI (Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia), lembaga yang selama ini umum diketahui mengurus hal tersebut.  

Direktur LPPOM MUI Muti Arintawati menegaskan, MUI tidak pernah melakukan praktik monopoli terhadap sertifikasi halal.

Baca Juga: Netizen Hubungkan Fatwa MUI dengan Sertifikasi Halal, Mahfud MD 'Ngakak': Tanyanya

Baca Juga: Ridwan Kamil Terbang ke Dubai Promosi Wisata Halal Jabar

Terlebih kata dia, saat ini sudah ada beberapa LPH (Lembaga Pemeriksa Halal), misalnya Surveyor Indonesia dan Sucofindo yang juga diberi tugas memeriksa kehalalan produk milik pelaku usaha.

"Kalau saat ini, kalau dianggap monopoli, nggak ada," ujarnya, Kamis, 30 Desember 2021.

Dia menuturkan, sebelum ada UU JPH (Jaminan Produk Halal), LPPOM MUI memang menjadi satu-satunya lembaga yang memeriksa tingkat kehalalan produk yang beredar di Indonesia sebagai bagian dari amanah MUI.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat