PIKIRAN RAKYAT - Indonesia mempunyai banyak aktor dan aktris senior dengan segudang prestasi yang membuat dunia perfilman semakin maju. Salah satu aktris, produser, dan juga aktivis perempuan asal Indonesia, Christine Hakim merupakan aktris senior Indonesia yang memiliki segudang prestasi sepanjang kariernya di dunia perfilman Indonesia.
Memiliki nama lengkap Herlina Christine Natalia Hakim, perempuan kelahiran Kuala Tungkal ini dalam jejak kariernya sudah membintangi puluhan film dan berhasil meraih sejumlah penghargaan tinggi.
Christine Hakim merupakan istri dari Edo Eduard Jeroen Lezer yang merupakan seorang produser, penulis, dan juga aktor asal Belanda. Informasi mengenai kehidupan pribadi sang aktris ini memang tidak banyak, karena Christine tidak mau membahas topik yang bukan kepentingan umum dan menurutnya informasi pribadinya bukan untuk konsumsi publik.
Sebelum menjadi seorang aktris, ia bercita-cita menjadi seorang psikolog atau arsitek. Namun, cita-citanya tersebut berubah setelah dia bertemu dengan seorang sutradara legendaris Indonesia, Teguh Karya. Pertemuannya itu menghantarkan dirinya untuk bermain peran dalam film yang bertajuk “Cinta Pertama” pada tahun 1973.
Dalam film pertamanya ini dia berhasil meraih sebuah Piala Citra untuk Pemeran Utama Wanita Terbaik. Hal itu membuatnya semakin yakin untuk melanjutkan karirnya dalam dunia peran dan melupakan cita-citanya menjadi seorang arsitek atau psikolog.
Dirangkum dari berbagai sumber, dia mengaku bahwa dunia film yang akhirnya dia tekuni ini, mampu membuat dirinya belajar banyak hal. Dia mengatakan bahwa mungkin jika dia jadi seorang psikolog, dia hanya akan menguasai satu bidang saja. Dan dalam dunia peran dia dapat meraup semua ilmu yang ditemuinya.
Selama perjalanan kariernya di dunia film, ia mengakui bahwa dirinya tak pernah melakukan adegan ranjang ataupun ciuman. Christine Hakim dikenal sebagai aktor yang berkelas karena mempunyai keprofesionalan dan prinsip dalam kerjanya yang sangat ia junjung tinggi. Ia mengatakan bahwa mau seganteng apa pun lawan mainnya, ia tidak pernah mau dicium.
Baca Juga: Pimpinan DPR Soal Tim Pencari Fakta Kasus Gagal Ginjal Akut: Percayakan Dulu ke Polisi
Kemudian setelah itu, ia terus mendapat tawaran untuk bermain film dan membintangi beberapa film berkualitas dan menang di berbagai kompetisi film bergengsi di luar negeri, yaitu film Tjoet Nja’ Dhien pada 1988, film Ponirah Terpidana pada 1984, dan Jamila dan Sang Presiden pada 2009.