kievskiy.org

Kinerja FBI Dipertanyakan Rakyat AS

PITA pelangi beserta sejumlah karangan bunga serta lilin terlihat di depan Kedutaan Amerika Serikat di Moskow, Rusia, Senin 13 Juni 2016. Pita pelangi itu merupakan tanda solidaritas terhadap para korban penembakan massal di klab malam gay di Orlando.*
PITA pelangi beserta sejumlah karangan bunga serta lilin terlihat di depan Kedutaan Amerika Serikat di Moskow, Rusia, Senin 13 Juni 2016. Pita pelangi itu merupakan tanda solidaritas terhadap para korban penembakan massal di klab malam gay di Orlando.*

ORLANDO, (PR).- Sebelum serangan Orlando terjadi, pelaku penembakan massal yang mantan satpam itu, Omar Mir Saddique Mateen (29) sempat mengaku sebagai anggota ISIS dan berjanji setia kepada kelompok garis keras tersebut. Bahkan, Omar pada 2014 sempat masuk dalam radar pencarian FBI dan dinterograsi karena diduga terkait dengan salah satu pelaku serangan teroris di AS. Namun, FBI kemudian membebaskan pria keturunan Afganistan tersebut. Saat itu, FBI tak punya bukti kuat Omar terkait dengan pelaku serangan tersebut. Gara-gara terungkapnya fakta ini pula, rakyat AS mempertanyakan kinerja FBI yang begitu saja meloloskan orang yang sebelumnya telah diduga terkait pelaku teror. Warga AS juga mempertanyakan mengapa setelah sempat masuk dalam radar FBI, izin kepemilikan senjata mantan satpam di salah satu perusahaan di AS itu, tidak dicabut. Rakyat AS menilai, kalau izin tersebut segera dicabut, serangan brutal yang menewaskan puluhan kaum gay itu di klub malam di Orlando pada Minggu itu tak akan terjadi. Sementara itu, masih dilansir AFP, Presiden Barack Obama mengatakan bahwa penembakan massal di Orlando tersebut adalah serangan teroris. Obama mengacu pada hasil penyelidikan FBI terkait Omar pada 2014 lalu. Namun ayah pelaku, Mir Saddique, telah meminta maaf atas perbuatan anaknya itu lewat siaran NBC. Ia mengatakan bahwa anaknya bukan seorang yang beraliran keras. Sadiqque yang datang ke AS sebagai imigran pada tahun 1980-an itu, mengungkapkan bahwa kemungkinan penyebab putranya melakukan serangan brutal yang menewaskan 50 orang itu, dipicu oleh kebencian sang anak dengan kaum homoseksual. Lebih lanjut, kata ayah Omar, anaknya sempat melihat dua pria berciuman di pusat kota Miami beberapa bulan lalu dan membuatnya sangat marah. Sementara mantan istri Omar, Sitora Yusufiy, yang pernah menikah dengan pelaku teror tersebut selama empat bulan pada 2009 lalu, mengatakan bahwa eks suaminya menderita gangguan jiwa. Pasalnya, selama menikah, dia sering disiksa dan dikurung oleh mantan suaminya itu. Beruntung, pihak keluarganya, kata Sitora yang akan segera menikah lagi itu, berhasil diselamatkan saat dia disekap suaminya pada 2009 lalu. Diapun, didukung ayah dan ibunya, memutuskan bercerai dengan Omar setelah empat bulan menikah.***

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat