kievskiy.org

Geser Dolar AS, Yuan jadi Mata Uang Asing Paling Banyak Diperdagangkan di Rusia

Ilustrasi mata uang China, Yuan.
Ilustrasi mata uang China, Yuan. /Reuters

PIKIRAN RAKYAT – Mata uang China, Yuan Renminbi baru saja menggeser dolar AS sebagai mata uang asing paling banyak diperdagangkan di Rusia. Menurut transaksi harian dari Moscow Exchange, pada Februari 2023 lalu volume perdagangan Yuan Renminbi melampaui dolar AS untuk pertama kalinya dan menjadi makin dominan pada Maret.

Popularitas mata uang China ini menyusul serbuan sanksi ekonomi Barat yang dijatuhkan kepada Rusia sejak tahun lalu. Sebelum serangan militer ke Ukraina, volume perdagangan Yuan Renminbi di Negeri Beruang Merah tidak menonjol.

Adanya sanksi tambahan pada tahun ini turut menghambat bank-bank di Rusia untuk melakukan transfer mata uang asing, terutama dari negara yang dicap tidak bersahabat oleh Kremlin. Raiffeisen Bank International yang menjadi salah satu saluran utama pembayaran internasional bahkan ikut dibatasi oleh otoritas Eropa dan Amerika Serikat.

Dilansir dari Straits Times, kedekatan China-Rusia terjalin makin erat sejak serangan militer ke Ukraina pada Februari 2022. Hal ini telah membuat hubungan keduanya dengan Barat makin renggang. Pada Maret 2023, Presiden Xi Jinping yang baru terpilih untuk periode ketiga melakukan kunjungan ke Moskow. Dalam kesempatan itu, Xi berjanji kepada Kremlin untuk memperluas kerja sama di bidang perdagangan, investasi, rantai pasokan, proyek besar, dan energi.

Baca Juga: Makin Mesra dengan Rusia, China Setujui Pembelian Gas dalam Mata Uang Rubel dan Yuan

Sanksi yang menargetkan sistem keuangan Rusia mau tak mau membuat berbagai perusahaan mengalihkan transaksi perdagangan luar negeri menggunakan mata uang negara lain. Dalam hal ini, mereka beralih dari dolar AS dan euro ke mata uang milik negara yang tidak memboikot Rusia.

Kementerian Keuangan Rusia bahkan telah mengubah operasi pasar berdasarkan Yuan Renminbi alih-alih dolar AS sejak awal tahun ini. Pemerintah juga mengembangkan struktur baru dengan menyimpan 60 persen aset kekayaan nasional dalam renminbi. Bank Rusia pun kerap meminta perusahaan atau warga negara untuk memindahkan uang mereka ke Rubel atau mata uang negara ‘bersahabat’ guna menghindari resiko pembekuan aset.

“Sekarang peredaran dolar di pasar menurun karena pendapatan perdagangan minyak dan ekspor Rusia juga turun. Di saat yang sama, impor komoditas dari China naik sebesar 29 persen,” kata Iskander Lutsko, seorang ahli strategi ITI di London, dikutip dari MM News.

Kendati Yuan Renminbi naik daun di Rusia, kebijakan kontrol akun modal dari China dapat menjadi penghalang mata uang tersebut menuju kepopuleran global. Belum lagi adanya kekhawatiran geopolitik oleh para investor internasional. Beijing akhirnya perlu berupaya lebih keras untuk mempromosikan Renminbi di luar negeri.***

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat