kievskiy.org

Raja Charles III Dukung Penelitian Hubungan Sejarah Kerajaan Inggris dengan Perbudakan Transatlantik

Raja Charles III.
Raja Charles III. /REUTERS/Phil Noble

PIKIRAN RAKYAT – Raja Charles III telah mendukung penelitian baru tentang hubungan sejarah keluarga kerajaan dengan perbudakan transatlantik. Ini menandai pertama kalinya Istana Buckingham secara terbuka menyatakan dukungan atas penyelidikan yang melibatkan keluarga kerajaan sehubungan dengan praktik kolonialisme.

Penelitian ini merupakan proyek PhD dari sejarawan Camilla de Koning yang dimulai pada 2022 dan diharapkan rampung 2026 mendatang. Ia akan mendalami hubungan antara monarki Inggris dan perdagangan budak transatlantik selama akhir abad ke-17 dan 18.

Perdagangan budak transatlantik adalah pengangkutan paksa jutaan orang dari Afrika ke Karibia dan Amerika Utara selama abad ke-17 hingga 18. Pada masa itu, Kerajaan Inggris mendukung maupun diuntungkan oleh praktik tersebut.

Baca Juga: Kisah Pesepak Bola Tunisia yang Nekat Bakar Diri, Dituduh Teroris karena Protes Harga Pisang

Proyek penelitian independen tersebut disponsori oleh Historic Royal Palaces (HRP), oleh karenanya Raja Charles III akan memberi akses penuh ke arsip dan koleksi kerajaan.

Dukungan kerajaan muncul menyusul kemunculan sebuah dokumen yang menunjukkan hubungan moyang Charles dengan perbudakan. Pada 1689, Raja William III diperkirakan memiliki saham senilai 1.000 sterling atau stara 1.246 USD di Royal African Company, sebuah perusahaan perdagangan budak milik Edward Colston.

Di kampung halamannya, Edward Colston digambarkan sebagai seorang dermawan. Hal ini mengundang penentangan dari para sejarawan dan berujung pada unjuk rasa Black Lives Matter. Patungnya kemudian dibuang di Pelabuhan Bristol pada 2020.

Baca Juga: Ada Korban Terluka dalam Insiden Bom Asap di Jepang, Pelaku Targetkan PM Jepang Fumio Kishida

Dokumen yang merekam adanya penyerahan saham dari Colston ke William III ditemukan oleh Dr. Brooke Newman, seorang sejarawan di Virginia Commonwealth University. Dr. Newman saat itu sedang menulis sebuah buku berjudul The Queen Silence, yang menggambarkan kegagalan monarki Inggris untuk mengakui keterlibatannya dalam perbudakan.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat