kievskiy.org

Cara Kerja Spyware Perusahaan Israel yang Dijual ke Indonesia: Bikin Situs Palsu Berbagai Media Tanah Air

Ilustrasi pembuatan situs web.
Ilustrasi pembuatan situs web. /Pexels/Lukas

PIKIRAN RAKYAT - Amnesty International membeberkan cara kerja teknologi produk perusahaan Israel penjajah yang dijual ke Indonesia. Teknologi itu dilaporkan telah digunakan oleh beberapa lembaga pemerintahan.

Mereka menemukan bukti bahwa tidak seperti Pegasus, sebagian besar spyware mengharuskan target untuk mengklik tautan untuk mengarahkan mereka ke situs web. Biasanya, meniru situs outlet berita yang sah atau organisasi yang kritis secara politik.

Para peneliti menemukan hubungan antara beberapa situs palsu dan alamat IP yang terkait dengan Wintego, Candiru (sekarang bernama Saito Tech), dan Intellexa yang dikenal dengan spyware satu-klik Predatornya.

Dalam kasus Intellexa, situs-situs palsu itu meniru situs berita Suara Papua serta Gelora, yang merupakan nama untuk partai politik tapi juga outlet berita yang tidak terkait. Amnesty International juga menemukan domain terkait Candiru meniru situs berita Indonesia yang sah, termasuk kantor berita negara ANTARA.

Indonesia pada saat ini tidak memiliki undang-undang yang mengatur penggunaan spyware dan teknologi pengawasan yang sah, tetapi memiliki undang-undang yang melindungi kebebasan berekspresi, berkumpul dan berserikat secara damai, dan keamanan pribadi. Ini juga telah meratifikasi beberapa perjanjian hak asasi manusia internasional, termasuk Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (ICCPR).

Amnesty International pun mendesak pemerintah Indonesia untuk melembagakan larangan spyware yang sangat invasif tersebut. Mengutip sumber yang tidak disebutkan namanya, media Israel penjajah Haaretz mengatakan bahwa NSO dan Candiru saat ini tidak aktif di Indonesia.

"Singapura telah memanggil seorang pejabat senior Israel pada musim panas 2020 setelah pihak berwenang di sana telah menemukan bahwa perusahaan-perusahaan Israel telah menjual teknologi intelijen digital canggih ke Indonesia," kata laporan tersebut.

Menanggapi temuan hari Jumat, NSO mengutip peraturan hak asasi manusia sebagai tanggapan atas pertanyaan dari Haaretz.

"Sehubungan dengan pertanyaan spesifik Anda, tidak ada geolokasi aktif atau sistem intelijen titik akhir bergerak yang disediakan oleh NSO Group ke Indonesia berdasarkan prosedur uji tuntas hak asasi manusia kami saat ini," tuturnya, merujuk pada kerangka kerja yang diperkenalkan pada tahun 2020.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat