kievskiy.org

Perusahaan Israel Jual Teknologi Pengawasan Invasif ke Indonesia: Dipakai Polri dan BSSN

Ilustrasi keamanan siber.
Ilustrasi keamanan siber. /Pexels/Pixabay

PIKIRAN RAKYAT - Investigasi internasional telah menemukan bahwa setidaknya empat perusahaan terkait Israel penjajah telah menjual spyware invasif dan teknologi pengawasan cyber ke Indonesia. Padahal, Indonesia sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Israel penjajah.

Penelitian oleh Lab Keamanan Amnesty International menemukan hubungan antara badan dan lembaga resmi pemerintah di negara Asia Tenggara dan perusahaan teknologi Israel Penjajah seperti NSO, Candiru, Wintego, dan Intellexa. Sebuah konsorsium perusahaan terkait yang awalnya didirikan oleh mantan perwira militer Israel penjajah, setidaknya pada 2017.

Teknologi perusahaan Jerman FinFisher, saingan perusahaan-perusahaan Israel penjajah, telah digunakan untuk diduga menargetkan kritik pemerintah di Bahrain dan Turki. Perusahaan itu juga ditemukan telah mengirim teknologi tersebut ke Indonesia.

Amnesty International mengatakan bahwa ada sedikit visibilitas tentang target sistem.

"Alat spyware yang sangat invasif dirancang untuk menjadi rahasia dan meninggalkan jejak minimal," ucapnya dalam laporan itu.

"Kerahasiaan bawaan ini dapat membuatnya sangat sulit untuk mendeteksi kasus-kasus penyalahgunaan alat-alat tersebut secara tidak sah terhadap masyarakat sipil, dan berisiko menciptakan impunitas demi desain untuk pelanggaran hak," kata Amnesty International menambahkan.

Mereka mengatakan bahwa apa yang terjadi adalah 'keprihatinan khusus' di Indonesia. Sebab, ruang sipil telah menyusut sebagai akibat dari serangan yang sedang berlangsung terhadap hak atas kebebasan berekspresi, berkumpul, dan berserikat secara damai, keamanan pribadi serta kebebasan penahanan sewenang-wenang.

Dipakai Polri dan BSSN

Kekhawatiran tentang hak asasi manusia (HAM) telah meningkat di Indonesia sejak Prabowo Subianto terpilih sebagai presiden pada Pilpres 2024. Pria yang secara resmi akan menjabat pada Oktober 2024 itu telah dituduh melakukan pelanggaran HAM serius di Timor Timur dan Papua Barat, di mana masyarakat adat telah berjuang untuk kemerdekaan dari Indonesia sejak 1960-an. Namun, dia membantah tuduhan terhadapnya.

"Kami telah menemukan banyak impor atau penyebaran spyware antara 2017 dan 2023 oleh perusahaan dan lembaga negara di Indonesia, termasuk Polri serta Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN)," kata Amnesty International dalam laporannya.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat