kievskiy.org

Konflik Jokowi dan PDIP Disorot Dunia, Kisah Manis Pengusaha Mebel dan Partai Banteng Berakhir Tragis

Ketum PDIP, Megawati Soekarnoputri dan Presiden Jokowi.
Ketum PDIP, Megawati Soekarnoputri dan Presiden Jokowi. /Antara

PIKIRAN RAKYAT - Penolakan PDIP terhadap Jokowi untuk Rakernas V yang diselenggarakan di Beach City, Ancol, Jakarta Utara pada 24-26 Mei 2024, menjadi sorotan dunia. Sebab, hal itu semakin menunjukkan ketegangan yang berlangsung antara Presiden Indonesia dan mantan partainya.

Partai terbesar di Indonesia itu mengkonfirmasi bahwa Jokowi tidak akan diundang ke Rapat Kerja Nasional (Rakernas) yang dimulai pada hari ini, Jumat 24 Mei 2024. Jokowi yang dulunya adalah kader PDIP, kini keanggotaannya telah dianggap berakhir setelah gagal mendukung Ganjar Pranowo yang diusung partainya dalam Pilpres 2024.

Sekretaris jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto mengatakan bahwa PDIP menyebarkan undangan hanya kepada individu yang berkomitmen untuk menegakkan demokrasi Indonesia dan supremasi hukum.

"Mereka yang diundang adalah mereka yang memiliki semangat untuk menegakkan demokrasi dan supremasi hukum... yang berdaulat untuk rakyat," ucapnya.

Sejarah PDIP dan Jokowi

Semakin memanasnya konflik antara Jokowi dan PDIP pun tidak hanya menjadi perhatian di Tanah Air, tetapi juga dunia. Salah satunya media Singapura, Channel News Asia (CNA) yang kembali mengulik sejarah antara 'pasangan' yang dulunya harmonis tersebut.

Pemilu 2024 dinilai menjadi puncak keretakan hubungan antara PDIP dan Jokowi. Apalagi, putra sulung sang presiden, Gibran Rakabuming Raka, juga 'membelot' ke kubu lawan.

"Menggambarkan pemilu sebagai yang paling 'brutal' dalam sejarah demokrasi Indonesia, Hasto mengatakan run-up ditandai dengan berbagai bentuk kecurangan. Dimulai dengan manipulasi hukum, yang memungkinkan Gibran Rakabuming Raka untuk berdiri sebagai calon wakil presiden untuk Prabowo," ujar CNA, Kamis 23 Mei 2024.

Pasalnya, pencalonan Gibran Rakabuming Raka memungkinkan terjadi berkat keputusan MK yang kontroversial. Apalagi, pada saat itu MK dipimpin oleh paman Gibran Rakabuming Raka, Anwar Usman.

Sebelumnya, undang-undang pemilu Indonesia mengamanatkan bahwa semua calon presiden dan wakil presiden berusia minimal 40 tahun. Namun, MK mengubah klausul ini, dan memungkinkan kandidat yang berhasil terpilih sebagai kepala daerah untuk mencalonkan diri dalam Pilpres tanpa memandang usia mereka.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat