kievskiy.org

Israel Wajibkan Militer Pelajar Yahudi Ultra-Ortodoks, Tak Lagi Dikhususkan Dalami Taurat

Yahudi ultra-Ortodoks berbaris di kantor wajib militer Israel untuk memproses pengecualian mereka dari wajib militer di pangkalan perekrutan di Kiryat Ono, Israel 28 Maret 2024.
Yahudi ultra-Ortodoks berbaris di kantor wajib militer Israel untuk memproses pengecualian mereka dari wajib militer di pangkalan perekrutan di Kiryat Ono, Israel 28 Maret 2024. /REUTERS/Hannah McKay

PIKIRAN RAKYAT - Knesset (kabinet pemerintahan) Israel akan menghidupkan Kembali aturan yang mengharuskan wajib militer untuk pelajar agama Yahudi ultra-Ortodoks. Sebelumnya, kelompok ini dikecualikan gabung dan mengabdi di militer Israel sebagaimana undang-undang (UU) yang berlaku.

Pemerintahan setempat rencananya akan mengesahkan rancangan undang-undang (RUU), yang berisi pembatalan pengecualian wajib militer bagi kelompok penganut keyakinan tersebut.

Pemungutan suara berakhir dengan hasil 63-57 di parlemen, pada Senin malam, 10 Juni 2024. Saat ini undang-undang tersebut akan ditinjau oleh komite terlebih dulu.

Pengembalian RUU tersebut dari parlemen sebelumnya telah memicu kemarahan dan gelombang kontra. Para penentang mengatakan bahwa RUU wajib militer itu tidak tepat diterapkan ketika konflik sedang banyak berkecamuk di sana.

Selain 'perang' atau lebih tepatnya Genosida di Gaza, Israel Penjajah juga diketahui tengah berkonflik dengan Hizbullah Lebanon dan kekuatan lain yang terkait dengan Iran di seluruh wilayah.

Adapun, undang-undang tersebut bertujuan untuk secara perlahan meningkatkan wajib militer di kalangan ultra-Ortodoks, yang selama beberapa dekade anggotanya telah menikmati pengecualian untuk fokus mempelajari kitab suci Taurat.

Namun, peraturan ini juga akan menurunkan usia pengecualian wajib militer bagi orang Yahudi ultra-Ortodoks dari 26 tahun menjadi 21 tahun, sehingga membatasi jumlah orang yang dapat dipanggil untuk bertugas.

Baca Juga: Menteri Kabinet Perang Israel Cabut dari Pemerintahan Benjamin Netanyahu, Ini Alasannya

Faksi-faksi sayap kanan dan agamis mendukung pemungutan suara tersebut, bersama dengan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu. Di sisi lain, RUU ditentang oleh faksi-faksi yang lebih berhaluan tengah dan terkait dengan militer.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat