kievskiy.org

Bibit Sudah Tua, Petani Terlambat Tanam Padi

SEJUMLAH petani sedangn menanam padi di lahan kering di Desa Pilangsari, Kecamatan Jatitujuh, Jumat (8/1/2016).*
SEJUMLAH petani sedangn menanam padi di lahan kering di Desa Pilangsari, Kecamatan Jatitujuh, Jumat (8/1/2016).*

MAJALENGKA,(PRLM).- Para petani di Desa Pilangsari dan Panyingkiran hampir seluruhnya terlambat melakukan tanam padi, sementara bibit ada yang sudah berusia 40 hari. Sebagian petani kini terpaksa melakukan tanam kering dengan cara dilanja (sunda:diaseuk). Dari luas sareal sawah sekitar kurang lebih 400 hektare di Desa Pilangsari baru seluas 5 persennya saja yang sudah ditanami. Selebihnya masih mengering dan kondisi sawah baru ditraktor kering. Di beberapa sudut petakan sawah ada persemaian bibit yang sudah setinggi kurang lebih 30 cm hingga 40 cm. Sejumlah persemaian bibit nampak ada yang menguning menandakan tak tersirami air. Sejumlah petani di beberapa blok seperti di Blok Anggararahan, Cipaku, Kaenmalang, Radenan serta sejumlah wilayah lainnya terpaksa melakukan tanam kering dengan cara diaseuk, lubang aseuk kemudian dibanjur dengan air mengunakan cibuk plastik yang airnya mereka ambil dari sumur serta genangan air sejauh ratusan meter, agar tanah basah setelah itu baru ditanami bibit padi dari persemaian. Menurut keterangan Ari, Carsa, Carkiah, Oneng dan Erna cara seperti itu terpaksa dilakukan karena menunggu hujan tidak juga datang, sementara bibit tanaman semakin tua. Hanya menurut mereka cara yang dilakukan para petani ini untung-untungan karena bila dua hari setelah ditanam tidak turun hujan maka risikonya tanaman akan mati. “Ini sih ngadu milik, beradu dengan nasib. Kalau nasib baik mungkin turun hujan dan tanaman bisa basah sehingga tumbuh, kalau dalam kurun waktu dua hari tidak aa hujan ya resikonya tanaman kering, petani rugi,” ungkap Carsa ditemui sedang menyirami lubang aseuk. Untuk menyiram lubang aseuk Carsa mengambil air dari sumur pompa sejauh 500 meteran dengan menggunakan jeriken. Hal yang dilakukan petani lainnya di Blok Cipaku, sekitar 8 orang sedang melakukan tanam kering. Bibit tanaman milik Sarkiman sudah mencapai 40 hari. Makanya dia mengaku nekat menanam bibitnya yang sudah tinggi di lahan kering. Untuk mengairi lubang aseuk dia mengambil air sejauh 700 meteran dari genangan air di selokan. Salah seorang tokoh masyarakat setempat Udin Wiradikarya mengatakan kondisi tanam seperti ini baru terjadi tahun ini karena rendahnya curah hujan. Akibatnya dari luas sawah sekitar 400 hektare baru sebagian kecil saja yang ditanami. “Seluruh areal sawah di wilayah kami sawah tadah hujan, sehingga ketika curah hujan kecil otomatis petani tidak bisa tanam.” ungkap Udin. Kalupun ada saluran air yang biasanya air dialirkan dari Situ Cibeureum dan Anggararahan, kondisi kedua situ kini mengering sejak hampir setahun yang lalu. Yang tumbuh di kedua situ setelah musim penghujan adalah rumput, sebagian lagi ditanami palawija oleh para petani. Sebetulnya, menurut Udin, air tersedia di sungai Cibuaya namun harus ditarik menggunakan pompa berkapasitas tinggi kemudian airnya dialirkan menggunakan pipa sejauh kurang lebih 3 km. Kini untuk mengalirkan air sulit karena tidak tersedia pompa besar. Atau memompa air dari embung-embung milik Pabrik Gula Jatitujuh. "Untuk beberapa wilayah bisa menarik air dari Cibuaya, karena sungai Cibuaya sudah berair, namun pompa dan pipa tidak ada,” kata Udin. Selama ini menurutnya air sungai Cmanuk Barat dan Saluran Induk Cipelang tidak memberikan manfaat bagi petani di wilayahnya. Yang bisa memanfaatkan air dari kedua sungai tersebut hanya sebagian desa di Jatitujuh seperti Pangkalanpari, Jatiraga, Babadjurang, Putridalem, sebagian dan sebagian Panyingkiran. Makanya kata Udin petani berharap saluran irigasi bisa dibangun di wilayahnya sehingga areal pesawahan yang selama ini hanya sawah tadah hujan bisa ditanami dua kali seperti halnya pesawahan di dearah lainnya.(Tati Purnawati/A-147)***

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat