kievskiy.org

Jawa Barat Zaman Mengungsi, Migrasi Warga Kala Pemberontakan DI/TII dan Bandung Lautan Api

Sebuah keluarga mengungsi dengan mengangkut anak-anak dalam keranjang di jalan antara Sumedang dan Bandung dalam aksi polisional pertama (Agresi Militer 1 Belanda) antara 23 dan 27 Juli 1947.
Sebuah keluarga mengungsi dengan mengangkut anak-anak dalam keranjang di jalan antara Sumedang dan Bandung dalam aksi polisional pertama (Agresi Militer 1 Belanda) antara 23 dan 27 Juli 1947. /Dokumentasi Hugo Wilmar

PIKIRAN RAKYAT - Jika Anda warga Kota Bandung dengan orangtua berasal dari Garut, Tasikmalaya, atau wilayah ­Priangan Timur lainnya, riwayat kepindahan domisi patut ditelisik. Bisa jadi perpindahan tersebut terkait dengan konflik pemerintah/TNI dengan Darul Islam/Tentara Islam ­Indonesia (DI/TII) puluhan tahun lalu.

Setidaknya, dua kali warga Jawa Barat memi­liki pengalaman pahit karena mesti mengungsi akibat konflik dan perang.

Mereka terpaksa me­ninggalkan rumah saat berkecamuknya konflik peme­rintah dan DI/TII. Demikian pula kala perjuangan kemerdekaan melawan Belanda tengah berkobar.

Pada era yang lekat dengan istilah zaman gorombolan itu, Kota Bandung kebanjiran para pengungsi dari daerah sekitarnya karena kekacauan di perkampungan dan desa-desa akibat konflik bersenjata tersebut. Jumlah penduduk kota pun bertambah.

Baca Juga: Zaman Gorombolan dalam Karya Sastra dan Kawih Sunda, Suasana Muram dan Getir di Konflik DI/TII dan Pemerintah

Baca Juga: 5 Fakta Film The East atau De Oost, Babak Sejarah Bangsa Soal Aksi Westerling yang Dinilai Lebih Jujur

Agung Suryamal, yang pernah menjabat Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jabar adalah salah satunya contoh­nya.

Dalam kegiatan ”Tepang Juragan Priangan Timur” di Kantor Bank Indonesia Tasikmalaya, Jalan Sutisna Senjaya, Kota Tasikmalaya, beberapa waktu lalu, Agung ­menguraikan riwayat kepindahan orangtuanya dari Garut ke Bandung lantaran konflik pemerintah dan DI/TII yang mengusik keamanan warga.

Migrasi warga daerah ke Kota Bandung akibat konflik itu juga tercatat dalam buku Basa Bandung Halimunan: Bandung Taun 1950-1960-an yang ditulis wartawan ­senior dan sastawan Us Tiarsa.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat