kievskiy.org

Angka Kemiskinan Sudah Ekstrem di Majalengka, Wabup Tarsono Ungkap Harapannya

Ilustrasi kemiskinan.
Ilustrasi kemiskinan. /Pixabay/Frantisek_Krejci

PIKIRAN RAKYAT - Tingkat kemiskinan ekstrem di Kabupaten Majalengka, Jawa Barat, lebih tinggi dibanding Jawa Barat ataupun nasional yang pada tahun 2022 mencapai angka 11,94 persen, sedangkan nasional sebesar 9,54 persen dan Jawa Barat sebesar 8,06 persen.

Menurut keterangan Wakil Bupati Majalengka Tarsono D Mardiana, angka tersebut telah mengalami penurunan jika dibanding tahun 2021 yang mencapai 12.33 persen. Berdasarkan data Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K), data awal kemiskinan ekstrem Kabupaten Majalengka sebanyak 456.116 jiwa, tapi kini jumlahnya berkurang karena sebanyak 4.523 orang meninggal dunia, 4.391 pindah kependudukan, 32.480 jiwa naik status menjadi mampu, kini tersisa 414.722 jiwa dari penduduk sebanyak 1,3 juta jiwa.

“Berdasarkan data hasil verifikasi ada sebanyak 18.863 jiwa atau setara 14,99 persen Kepala Rumah tangga miskin ekstrim tidak mendapatkan bantuan sosial karena tidak masuk pada DTKS (Data Terpadu Kesejahteraan Sosial),” ujar Wakil Bupati Tarsono.

Baca Juga: Cek Fakta: Benarkah Bharada E Bebas Hukuman karena Jokowi? Simak Faktanya

Salah satu dampak dari kemiskinan yang masih tinggi, menurut Wakil Bupati, kini Kabupaten Majalengka memiliki angka stunting yang juga tinggi yang harus segera diselesaikan. Walaupun angka terus turun dibanding sebelumnya.

“Menurut data Survei Status Gizi Balita Indonesia dan Studi Status Gizi Indonesia angka stunting untuk Majalengka di bawah Jawa Barat, atau Kota dan Kabupaten Cirebon,” tutur Tarsono.

Untuk permasalahan stunting, menurut Tarsono, di antaranya disebabkan oleh masih tingginya angka kemiskinan, banyaknya kasus anemia yang dialami para remaja putri, tingginya kasus pernikahan usia dini, serta banyak keluarga berisiko stunting yang belum memiliki BPJS.

Ada juga sejumlah masyarakat yang belum terjangkau akses air bersih, padahal air bersih memiliki pengaruh besar pada kesehatan juga IPM, terbatasnya fasilitas kesehatan dalam pelayanan terhadap stunting, serta masih adanya perbedaan basis data sasaran antara pusat dan daerah.

Baca Juga: Logiskah Mahasiwa UI yang Tewas Jadi Tersangka?

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat