kievskiy.org

Buruh Sebut PP 51/2023 Tak Seharusnya Jadi Dasar UMK dan UMP 2024 karena Masih Diuji Materiil

Aksi massa gabungan Serikat pekerja dari seluruh Jabar yang digelar di depan Gedung Sate, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Senin, 20 November 2023 siang.
Aksi massa gabungan Serikat pekerja dari seluruh Jabar yang digelar di depan Gedung Sate, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Senin, 20 November 2023 siang. /PD FSP LEM SPSI

PIKIRAN RAKYAT - Gelombang unjuk rasa jelang penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) Jawa Barat 2024 semakin intens. Serikat pekerja meningkatkan tekanan mereka pada Pemerintah Provinsi Jabar, dalam hal ini Pj Gubernur Jabar, agar tidak menetapkan UMK maupun UMP 2024 jika masih mengacu pada PP 51/2023 tentang perubahan atas PP 36/2021 tentang pengupahan.

Seperti halnya aksi massa gabungan Serikat pekerja dari seluruh Jabar yang digelar di depan Gedung Sate, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Senin, 20 November 2023 siang.

Di antaranya dari Dewan Pimpinan Daerah Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (DPD KSPSI) Jabar menggeruduk Gedung Sate. Setelah berorasi mereka berkesempatan untuk melakukan audiensi yang diterima langsung oleh Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jabar Teppy Wawan Dharmawan di halaman belakang Gedung Sate.

Ketua DPD KSPSI Provinsi Jawa Barat, Roy Jinto Ferianto mengatakan, selain menolak PP 51/2023 sebagai landasan UMP/UMK, melalui aksi tersebut mereka meminta kepada Pj Gubernur untuk menetapkan kembali upah pekerja di atas satu tahun. Mereka berharap kedua tuntutan tersebut dapat dikabulkan tahun ini ketetapannya berbarengan.

Baca Juga: UMP 2024 Mengacu PP 51/2023, Dewan Pengupahan Jabar Buka Pembahasan Sambil Tunggu Angka BPS

"Bagaimana pun ini tahun politik, semakin panjang durasi pemerintah mengulur, situasi semakin akan tidak kondusif," ujar Roy pada Kadisnakertrans Jabar dalam audiensi.

Pihaknya juga meminta agar Teppy dapat memfasilitasi pertemuan perwakilan Serikat pekerja dengan Pj Gubernur sebelum 29 November 2023 atau sebelum UMK ditetapkan. Pihaknya ingin memberikan masukan soal kondisi ketenagakerjaan.

"Kami tidak menjamin tanggal 29 November akan kondusif kalau Gubernur menetapkan UMK berdasarkan PP 51, sudah pasti Buruh akan kecewa dan akan mengambil jalan sendiri-sendiri. Hari ini kita datang dengan damai, tapi tanggal 29 nanti kita tidak bisa jamin itu," ucapnya.

Pasalnya, potensi kenaikan nilai UMP/UMK Rp76.000 itu tidak berarti bagi buruh, ketika saat ini harga-harga kebutuhan pokok melonjak seperti halnya beras dan bahkan cabe rawit pun meroket.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat