kievskiy.org

RKUHP yang Baru dan Masa Depan Demokrasi

Ilustrasi demo penolakan KUHP yang hari ini disahkan DPR dalam Sidang Paripurna.
Ilustrasi demo penolakan KUHP yang hari ini disahkan DPR dalam Sidang Paripurna. /DARRYL RAMADHAN ANTARA FOTO

PIKIRAN RAKYAT - Akhirnya Sidang Paripurna DPR pada 6 Desember 2022 ketuk palu. Artinya, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) disahkan.

Beragam ekspresi dan reaksi dari masyarakat mengemuka, di antaranya lewat cuitan di media sosial yang sudah barang tentu tak berguna lagi.

Meskipun jutaan cuitan mengekspresikan kekecewaan dan penolakan, toh akhirnya Rancangan KUHP disahkan juga.

KUHP sebagai dokumen historis, memiliki perjalanan panjang hingga 6 Desember 2022 lalu.

Meminjam istilah Barda Nawawi Arief, salah satu tim perumus KUHP, ”RKUHP itu seperti janin yang dikandung dalam sebuah tubuh perempuan, ia tidak lahir-lahir dan ia juga tidak kunjung mati.”

Saya paham eksperesi itu menggambarkan perjalanan panjang yang tak kunjung menemukan terang, hingga akhirnya semangat politik hukum yang menjiwai pengesahannya dapat dianggap sebagai semangat membentuk hukum pidana nasional yang dibuat oleh orang Indonesia sendiri; kita (Indonesia) sebagai bangsa berdaya, merdeka dalam menentukan hukumnya.

Akan tetapi, mengapa sebagian kelompok masyarakat melakukan protes keras terhadap KUPH (baru) itu? Bukankah semangat politik hukum memiliki KUHP buatan bangsa sendiri yang ko non ”bercita rasa” Indonesia adalah mimpi puluhan tahun yang sudah semestinya diwujudkan selekas mungkin?

Bermasalah

Menilik ratusan pasal dengan sistematika baru dalam KUHP yang sudah disahkan, tak dapat disangkal, setidaknya terdapat pasal-pasal bermasalah, diantaranya Pasal 240 dan Pasal 188.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat