kievskiy.org

Banyak Perempuan Terjerat Kelompok Teroris dari Media Sosial, Masalahnya Kompleks

Ilustrasi media sosial.
Ilustrasi media sosial. /Pixabay/LoboStudioHumburg Pixabay/LoboStudioHumburg

PIKIRAN RAKYAT - Banyak perempuan di Indonesia aktif dalam jaringan ekstremisme kekerasan yang mengarah kepada terorisme. Tugas mereka tak sebatas menjadi pembantu kaum pria di organisasi tersebut.

Dete Aliah, peneliti dari SerVE Indonesia, mengatakan, pertambahan jumlah perempuan sebagai bagian strategis ekstremisme kekerasan sudah mencapai 500-an. Pada Mei 2018, kita dikejutkan dengan peristiwa bom bunuh diri d halaman Gereja Kristen Indonesia (GKI) Jalan Diponegoro, Surabaya, yang melibatkan pelaku perempuan. Pada Maret 2021, perempuan berusia 25 tahun, diduga sebagai anggota Islamic State of Iraq and Syria (ISIS), mencoba menembaki Markas Besar Kepolisian di Jakarta, sebelum dia tewas ditembak.

Ilustrasi perempuan Afghanistan. Di distrik Baghlan dan Takhar, Taliban melarang perempuan untuk merayakan Idul Fitri.
Ilustrasi perempuan Afghanistan. Di distrik Baghlan dan Takhar, Taliban melarang perempuan untuk merayakan Idul Fitri.

Potensi ekstremisme kekerasan mengarah kepada terorisme di Indonesia memang besar. Hal ini telah merusak kohesi sosial, mengancam keamanan dan stabilitas negara dan kehidupan masyarakat, serta merusak nilai-nilai kemanusiaan yang sudah dimiliki. Ada dua faktor penyebabnya yaitu pendorong dan penarik.

Faktor pendorong dan penarik

Konteks pendorong bisa tercipta secara struktural, seperti situasi ekonomi yang tidak menguntungkan bagi sekelompok masyarakat, peminggiran dan diskriminasi di suatu negara. Sementara itu, motivasi pribadi yang didorong dari kondisi marginal, viktimisasi, ideologi, serta jejaring sosial, merupakan konteks penarik mengapa banyak yang ingin melakukan tindak ekstremisme kekerasan.

Penggunaan media sosial yang intens dengan jumlah penggunanya di Indonesia telah mencapai 173,59 juta pada tahun 2024. Menurut the Global Statistics, ini merupakan potensi besar bagi kepentingan ekstremisme kekerasan.

Ismail Fahmi dari Drone Emprit menambahkan, algoritma media sosial cenderung menampilkan informasi sejenis dan diyakini benar oleh para penggunanya. Hal ini mengisyaratkan bahwa para perempuan pengguna media sosial mendapatkan dan meyakini benar informasi tentang ekstremisme kekerasan dan semua aspeknya, tanpa melihat narasi alternatif lainnya.

Rekrutmen

Media sosial dapat mempercepat interaksi para penggunanya serta memperluas jejaring sosial dari berbagai latar belakang, termasuk jaringan ekstremisme kekerasan yang mengarah kepada terorisme.

Nurshadrina Khaira Dhania atau dikenal dengan Dhania berkenalan dengan Islamic State of Iraq and Syria (ISIS ) melalui Facebook pada 2015. Perkenalannya dengan ISIS membentuk mengubah pola pikirnya, bahkan hingga mengajak keluarganya untuk pindah ke Syria karena iming-iming janji kekhilafahan di Syria untuk kehidupan dan keadilan yang lebih baik.

Facebook juga merekatkan para perempuan dalam satu relasi personal, seperti hubungan asmara hingga bertunangan yang pada akhirnya menjerat mereka ke dalam lingkar ekstremisme kekerasan.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat