kievskiy.org

Indonesia Harus Segera Membuat Aturan Peningkatan Kekayaan Secara Tidak Wajar

Ilustrasi perlunya regulasi yang mengatur soal illicit enrichment.
Ilustrasi perlunya regulasi yang mengatur soal illicit enrichment.

PIKIRAN RAKYAT - Sejak era Orde Baru banyak pejabat melakukan korupsi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) terkait harta kekayaan mereka. Namun, bedanya dengan di era sekarang, di masa Orba, belum ada media sosial, sehingga para pejabat pelaku korupsi dan TPPU bebas dari sorotan publik. Media arus utama di era tersebut pun kebanyakan tak berani untuk menyiarkan kasus-kasus yang menyangkut para pejabat korup, termasuk pejabat di kepolisian dan TNI.

Namun, seiring perubahan zaman ketika informasi begitu terbuka lebar dan dapat diakses oleh banyak warga, para pelaku korupsi dari kalangan pemerintahan, DPR/DPRD, kepolisian, TNI pun bisa dengan mudah "diadili" netizen di media sosial. Saat aparat lambat atau bahkan tak bergerak mengusut para pelaku korupsi dari kalangan tersebut, netizen pun siap bertindak. Banyak dari mereka ini berhasil menjadi "whistle blower" untuk mengungkap kejahatan para pejabat busuk. Kekuatan netizen di era new media memang tidak bisa diremehkan, termasuk kekuatan mereka dalam mengungkap praktik korupsi, kolusi, nepotisme, flexing dan tindakan tak pantas lainnya dari para pejabat di negara ini.

Sering kali aparat berwenang baru bergerak setelah suatu kasus viral di media sosial. Ini sangat memprihatinkan karena seharusnya mereka aktif dan inisiatif untuk memberantas para pejabat busuk dari berbagai kalangan. Selain kurang inisiatif dari aparat berwenang, lemahnya regulasi di Republik ini membuat para pelaku KKN dari kalangan pemerintahan, Polri dan TNI tak pernah jera. Pasalnya, saat mereka dijatuhi hukuman, mayoritas masih tetap kaya. Bahkan, mungkin kekayaan para koruptor tersebut bisa cukup untuk beberapa turunan.

Masalah hukum yang lemah ini sering kali terkait dengan keengganan lembaga legislatif untuk mengesahkan draf regulasi yang dibuat eksekutif. Sebagai contoh, Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perampasan Aset yang sudah hampir satu dekade belum juga disahkan DPR RI. Padahal, keberadaan regulasi soal perampasan aset para pelaku korupsi ini sangat penting untuk diimplementasikan. Jjika RUU ini disahkan, maka dapat dipastikan para pejabat terpidana korupsi selepas dari bui akan miskin. Pemiskinan para koruptor harus dilakukan untuk membuat mereka jera.

RUU Perampasan Aset memang sudah cukup lama berproses di internal pemerintah.Bahkan, Presiden Jokowi sudah berupaya mengusulkan RUU Perampasan Aset masuk dalam daftar Prolegnas Prioritas sejak tahun 2014. Namun, tak juga kunjung masuk daftar. Hal ini terbentur di level legislatif yang seperti kita ketahui dihuni berbagai kelompok kepentingan/partai. Oleh karena itu, tanpa ada dukungan legislatif, suatu usulan/draf regulasi bisa lama diproses sebelum akhirnya disahkan.

Selain pentingnya untuk segera memiliki UU Perampasan Aset, negara kita pun sudah seharusnya memiliki regulasi terkait illicit enrichment atau peningkatan kekayaan pejabat secara tidak wajar dan tidak sah. Pakar TPPU, Pahrur Dalimunthe menilai proses hukum sejumlah pejabat korupsi seperti Rafael Alun Trisambodo (RAT), sering terkendala oleh pidana asal sebelum tindakan pencucian uang.
Dalam hal ini, saat kasus RAT dan pejabat korupsi lainnya diproses, maka penting bagi aparat untuk menemukan terlebih dahulu pidana asalnya (predicate crime). Pasalnya, kalau pidana asalnya tidak ada, maka TPPU tidak bisa diproses. Menurut Pahrur, TPPU merupakan pidana lanjutan (following crime) yang tidak bisa berdiri sendiri.

Sebetulnya harta kekayaan para terpidana korupsi bisa diusut dengan aturan pidana illicit enrichment atau peningkatan kekayaan secara tidak sah. Sayangnya, sejak Orba sampai detik ini, Indonesia belum memiliki aturan illicit enrichment. Oleh karena itu, seraya menunggu RUU Perampasan Aset disahkan, eksekutif sebagai pembuat regulasi di negara ini sebaiknya mulai untuk merancang aturan illicit Enrichment.

Untuk diketahui, di level global, sudah banyak negara memiliki aturan soal illicit enrichment tersebut. Apalagi, Konvensi PBB Melawan Korupsi (United Nation Convention Against Corruption - UNCAC) pun sudah mengatur soal illicit enrichment, yakni Pasal 20. Karena Indonesia adalah salah satu negara peserta Konvensi tersebut, Pasal 20 UNCAC tersebut pun sebenarnya perlu untuk segera ditindaklanjuti. Tujuannya, agar negara kita bisa memidanakan pejabat yang memiliki harta tidak wajar atau tidak sah.***

 

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat