kievskiy.org

Demi Pemerintahan Efektif, Indonesia Butuh Sosok Wakil Presiden Seperti Bung Hatta

Ilustrasi Wakil Presiden Indonesia
Ilustrasi Wakil Presiden Indonesia /Freepik

PIKIRAN RAKYAT - Hampir bisa dipastikan calon presiden yang akan maju dalam pemilihan presiden tahun depan ada tiga orang. Siapa yang akan terpilih menjadi pasangannya masing-masing? Saat ini sudah mulai ramai dibicarakan. Posisi wakil presiden bisa dikatakan penting bisa juga sebatas pendamping presiden untuk memenuhi ketentuan konstitusi. Di Indonesia sejarah pasangan presiden dengan wakilnya cukup bervariasi.

Pada masa-masa awal kemerdekaan, kita mengenal istilah Dwi Tunggal untuk menyebut pasangan Soekarno dan Mohammad Hatta. Keduanya adalah wakil rakyat Indonesia yang menyatakan kemerdekaan Indonesia. Baik Soekarno maupun Hatta sama-sama sudah lama aktif memperjuangkan kemerdekaan, sehingga jejak-jejaknya bisa dibaca dengan jelas.

Disebut sebagai dwi tunggal karena keduanya dipandang sebagai representasi persatuan Indonesia. Soekarno representasi politisi, Jawa dan sekuler, sementara Hatta adalah representasi teknokrat, luar Jawa dan Islamis. Sayangnya, keduanya akhirnya harus berlawanan arah.

Meskipun demikian julukan dwi tunggal terus berdengung bahkan sampai sekarang. Mungkin karena banyak yang mengharap pasangan seperti itulah yang dipandang ideal untuk memimpin Indonesia.

Itulah yang menjadi persoalan kita belakangan ini. Bagaimana menemukan pasangan presiden dan wakil presiden yang relatif ideal sehingga akan mampu mewujudkan harapan rakyat yang sampai saat ini masih menjadi impian.

Setelah hubungannya dengan Hatta retak, sampai kejatuhannya Soekarno tidak memiliki wakilnya lagi. Pada era pemerintahan Suharto, hal itu tidak dibiarkan kosong. Setiap pemilu usai dia secara konsisten memilih pasangannya yang berganti-ganti, meski tongkat komando sepenuhnya dipegang presiden.

Selintas kita dapat menyimak, dari sejumlah wakil presiden yang pernah terpilih, Hatta dan Jusuf Kalla bisa dikatakan menempati posisinya sendiri. Hatta berani berbeda pendapat dengan Soekarno sehingga menyebabkan posisinya tersisih. Sementara JK, dua kali menjabat sebagai wapres, dia terkesan tidak bisa diam. Dia tidak suka kalau posisinya sebatas seremonial.

Kira-kira sosok wapres seperti apa yang diperlukan bangsa ini agar mampu melaju ke depan?

Selepas Pilpres 2024 bangsa ini bisa dipastikan akan menghadapi tantangan yang jauh berbeda dan makin rumit, domestik maupun global. Siapa pun yang akan terpilih menjadi presiden membutuhkan kerjasama yang intensif dan produktif dengan wakilnya.

Sudah diduga, berbagai tantangan ke depan itulah yang menjadi salah satu sebab mengapa sampai hari ini belum ada sosok yang ditetapkan sebagai cawapres. Mudah dibaca, parpol sebagai satu-satunya kendaraan agar bisa sampai ke arah itu juga sangat hati-hati. Mungkin karena ada beberapa pilihan atau mungkin pula karena belum ada sosok yang dinilai cocok.

Tentu kita mengharap yang menjadi penyebab utamanya adalah karena tidak mudah memilih dari banyak pilihan.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat