kievskiy.org

Invasi Polusi Udara, Penyakit Respirasi Kian Mengintai

Ilustrasi polusi udara di Jakarta.
Ilustrasi polusi udara di Jakarta. /Antara/Aditya Pradana Putra

PIKIRAN RAKYAT - Dalam beberapa hari terakhir muncul pemberitaan kualitas udara beberapa kota besar di Indonesia, semisal Jakarta dan Bandung masuk dalam kategori tidak sehat. Data dari IQAir menunjukkan bahwa pada 10 Agustus 2023 indeks kualitas udara (IKU) Jakarta dan Bandung ada pada level tidak sehat, yaitu pada angka 158 dan 160. IKU adalah indeks yang digunakan mengukur tingkat keparahan polusi udara yang merupakan gabungan dari enam polutan utama, yaitu PM2.5, PM10, karbon monoksida (CO), sulfur dioksida (SO2), nitrogen dioksida (NO2), dan ozon (O3) di permukaan tanah.

Merujuk pada IQAir, skor IKU berkisar dari 0 hingga 500, dimana kualitas udara yang baik berkisar antara 0 sampai 50, sedangkan pengukuran di atas 300 dianggap berbahaya. Melihat IKU Jakarta dan Bandung di atas, kualitas udaranya masuk dalam kategori tidak sehat. Lalu, apa ancaman IKU yang tidak sehat dan bagaimana menyikapi ancaman tersebut?

Dampak

Kualitas udara yang ada sangat dipengaruhi oleh aktivitas industri dan sektor transportasi. Tidak dapat dipungkiri, geliat perekonomian nasional saat ini dibarengi juga dengan semakin berkembangnya sektor industri yang menuntut ketersediaan pasokan energi yang stabil. Selain itu, kebutuhan pasokan energi semakin meningkat oleh kebutuhan rumah tangga akibat bertambahnya populasi manusia.

Baca Juga: Polusi Udara, Muhadjir Minta Alternatif Lain Rekayasa Cuaca

Maraknya pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) berbasis batu bara saat ini dianggap mempengaruhi penurunan kualitas udara. Walaupun PLTU dianggap mampu menyediakan pasokan listrik dalam jumlah besar dan stabil akan tetapi ada bahaya mengintai dari operasionalisasi PLTU terutama yang berbasis batu bara yaitu lepasan partikel PM2.5 yang mengakibatkan pencemaran udara. Tidak hanya itu, sektor transportasi juga menyumbang lepasan emisi polutan udara yang mempengaruhi kualitas udara. Tren penggunaan kendaraan pribadi yang semakin meningkat menjadi salah satu kontributor menurunnya kualitas udara saat ini.

Dampak yang paling sering terjadi akibat lepasan partikel PM2.5 (dan juga PM10) adalah masalah kesehatan, yaitu infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), pneumonia (radang paru-paru), hipertensi, dan ancaman kanker paru-paru. Hal ini tentu akan menimbulkan masalah penurunan produktivitas kerja dan ekonomi sekiranya pekerja terkena masalah kesehatan. Selain itu, masalah kesehatan yang muncul akibat kualitas udara tidak sehat juga memberikan tekanan pada anggaran BPJS Kesehatan untuk menanggung biaya pengobatan penyakit akibat polusi udara.

Merujuk pada Peraturan Presiden (Perpres) No. 82/2018 tentang Jaminan Kesehatan, pemerintah memberikan jaminan berupa perlindungan dan pemeliharaan kesehatan para penerima bantuan iuran jaminan kesehatan. Data BPJS Kesehatan menyebutkan pada periode 2018-2022, anggaran untuk menanggung penyakit respirasi (yang berhubungan dengan pernapasan) cenderung meningkat setiap tahunnya. Pneumonia menelan biaya sebesar Rp8,7 triliun, tuberkulosis Rp5,2 triliun, PPOK Rp1,8 triliun, asma Rp1,4 triliun, dan kanker paru Rp766 miliar.

Baca Juga: Usir Polusi Udara di Jabodetabek, Pemerintah Lakukan Modifikasi Cuaca

Strategi

Lalu, apa yang dapat dilakukan untuk mengatasi kualitas udara tidak sehat yang terjadi akhir-akhir ini di Indonesia, khususnya Jakarta dan Bandung? Ada dua strategi yakni jangka pendek dan jangka panjang dalam mengatasi situasi kualitas udara tidak sehat saat ini.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat