kievskiy.org

Masa Tenang Pemilu Seharusnya Tak Jadi Ajang Saling Tuding dan Saling Serang

Capres nomor urut satu, Anies Baswedan (kanan), Capres nomor urut dua Prabowo Subianto (tengah) dan Capres nomor urut tiga Ganjar Pranowo (kiri) berpegangan tangan usai beradu gagasan dalam debat perdana Capres dan Cawapres 2024 di Gedung KPU, Jakarta pada Selasa, 12 Desember 2023.
Capres nomor urut satu, Anies Baswedan (kanan), Capres nomor urut dua Prabowo Subianto (tengah) dan Capres nomor urut tiga Ganjar Pranowo (kiri) berpegangan tangan usai beradu gagasan dalam debat perdana Capres dan Cawapres 2024 di Gedung KPU, Jakarta pada Selasa, 12 Desember 2023. /Antara/Galih Pradipta

PIKIRAN RAKYAT - Masa tenang Pemilu 2024 tinggal dua hari lagi, masyarakat pun bisa memanfaatkannya sebaik mungkin untuk kembali merenung dan berpikir soal pilihan calon pemimpinnya. Masa tenang sebaiknya tak lagi digunakan sebagai ajang saling tuding dan saling serang.

Ketiga pasangan capres-cawapres telah selesai berjuang meraih hati rakyatnya. Kini giliran rakyat yang menentukan calon pemimpin untuk bangsa selama lima tahun ke depan.

Bagi paslon capres-cawapres, masa tenang dan hari pencoblosan adalah hari pertaruhan. Mereka kini tinggal menunggu untuk menghadapi kemungkinan menang dan kalah.

Demikian juga dengan para pemilih. Barangkali mereka sedang menimbang ulang, yang nomor berapa yang akan dicoblosnya besok lusa. Apakah masih ingat pada janji-janji yang kemarin dikemukakan begitu banyak? Apakah benar-benar percaya bahwa pasangan yang dipilihnya itu nanti setelah resmi terpilih akan mematuhi apa yang dikemukakan dalam kampanyenya? Atau, ya terserah saja. Toh sudah biasa bila janji cepat sekali terabaikan.

Baca Juga: Masa Tenang Pemilu 2024 Bisa Jadi Momentum Gunakan Nalar Kritis Tentukan Pemimpin Bangsa

Yang pasti, inilah pilpres yang membuat banyak pihak merasa puyeng. Meskipun akal terus diputar, masih saja belum ketemu apa yang menjadi penyebabnya.

Namun demikian, dari ucapan yang demikian banyak, dari informasi yang sebagian besar tumpang tindih, para pemilih cukup lumayan memperoleh informasi baru. Bukan satu dua orang politisi yang bicara agak banyak tentang kondisi politik saat ini. Termasuk yang terjadi di lingkaran dalam parpol itu sendiri.

Yang juga kurang layak jika dilupakan begitu saja, adalah dinamika internal parpol. Apakah yang seperti itu bisa dikategorikan sebagai pengkhianatan? Bukankah sebagaimana telah dikemukakan Julien Benda bahwa kaum cendekiawan itu sudah terbiasa berkhianat?

Dinamika politik, bagaimana pula di masyarakat kita ketika kebanyakan politisi memahami politik tanpa etika, arus balik bisa terjadi setiap saat. Yang menjadi alasannya, sebagaimana diakui oleh kebanyakan dari mereka, adalah kepentingan.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat