kievskiy.org

Prabowo-Gibran Bisa Belajar Banyak dari Pemerintahan Jokowi dalam Menentukan Kabinet

Presiden terpilih Prabowo Subianto.
Presiden terpilih Prabowo Subianto. /Antara/Aprillio Akbar

PIKIRAN RAKYAT - Pelantikan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka sebagai presiden dan wakil presiden terpilih masih berjarak 5 bulan lagi. Rentang waktu yang sangat panjang tersebut memungkinkan timbulnya berbagai spekulasi. Salah satu di antaranya adalah berkaitan komposisi kabinet yang akan dibentuk nanti. 

Ada yang menduga jumlah kursi dalam kabinet akan ditambah. Salah satu alasannya, katanya, untuk menampung usulan parpol pendukung. Bahkan di antaranya sudah ada parpol yang menyebut nama calon menterinya.

Sementara Prabowo sendiri sudah aktif melakukan pendekatan kepada beberapa pihak, termasuk kepada parpol yang dalam pemilihan presiden kemarin menjadi lawannya. Dia juga berbicara tentang kemungkinan membentuk klub mantan presiden.

Semua itu tentu tujuannya baik. Tapi apakah praktiknya akan seperti yang diharapkan, masih menjadi tanda tanya. Masalahnya, kalah dalam pilpres bisa menimbulkan luka hati yang agak susah disembuhkan. Ganjar Pranowo misalnya sudah berulang-ulang menyatakan sikap, tidak akan bergabung dengan pemerintahan yang baru nanti.

Yang juga sangat penting adalah komposisi kabinet nanti. Mengakomodasikan bermacam usulan dan keinginan belum tentu akan memberikan hasil yang optimal. Pengalaman Jokowi tentu masih terang dalam ingatan kita. Selama memimpin pemerintahan dua periode, Jokowi berkali-kali merombak kabinetnya. Kadang kita bertanya, untuk apa semua itu? Apakah benar-benar untuk memenuhi capaian agar dapat mencapai target kerja yang sudah dipatok, atau sebatas memenuhi tuntutan parpol koalisi?

Kita juga dapat mengambil pengalaman berkaitan dengan koalisi gemuk yang dibangun oleh Jokowi. Mesti kita catat dengan baik, meski Jokowi membangun koalisi politik yang sangat besar serta merombak kabinet berkali-kali tapi tujuannya untuk menciptakan tata kelola pemerintahan yang efektif masih belum berhasil. Alih-alih roda birokrasi dapat berjalan dengan baik, korupsi masih terus terjadi. Termasuk korupsi yang dilakukan oleh kader parpol pendukungnya. Peristiwa seperti itu tentu menambah rapor merah dalam pemerintahan Jokowi.

Karena Prabowo sempat menjadi bagian dari kabinet Jokowi, tentu cukup banyak kasus yang layak menjadi bahan pembelajaran agar nanti tata kelola pemerintahannya dapat berjalan lebih baik, lebih efektif, lebih bersih dan lebih produktif. Kemenangan besar dalam pilpres kemarin, tidak boleh dijadikan pegangan sehingga dia dapat lebih leluasa dalam menentukan format pemerintahannya.

Sebagai pasangan yang sempat terlibat dalam pemerintahan, baik Prabowo maupun Gibran, tentu mengetahui betul bahwa yang namanya birokrasi pemerintahan bermasalah dari pusat sampai ke daerah. Kepercayaan masyarakat kepada birokrasi pemerintahan masih belum banyak berubah.

Masih seperti biasa. Reformasi birokrasi yang menjadi salah satu materi kampanye Jokowi sejak masa awal pemerintahannya bisa dikatakan gagal. Tidak sulit mencari pembuktiannya. Jika birokrasi bersih dan efektif, dengan sendirinya kasus korupsi akan sangat berkurang.

Sampai akhir masa kekuasaannya, Jokowi belum pernah mengemukakan yang menjadi sebab mengapa reformasi birokrasi gagal dilaksanakan. Apakah karena terlalu mengakomodasikan kepentingan parpol pendukung?

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat