kievskiy.org

Literasi Pancasila dan Moderasi Beragama Generasi Z Sangat Mengkhawatirkan

Monumen Pancasila Sakti di Lubang Buaya, Jakarta Timur.
Monumen Pancasila Sakti di Lubang Buaya, Jakarta Timur. /Antara/Asprilla Dwi Adha

PIKIRAN RAKYAT - Prof. H. Wahyudin Zarkasyi—Mantan Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat serta mantan Rektor Universitas Singaperbangsa—pernah menyampaikan bahwa hebatnya Indonesia berdiri di atas kemajemukan; dari sisi agama, suku, adat, bahasa, pakaian bahkan makanan, dan hebatnya lagi Indonesia sampai saat ini masih tetap survive sebagai sebuah bangsa. Di saat Negara-negara lain mengalami konflik etnis, agama dan kepentingan, dan bahkan karena tidak memiliki identitas serta alat pemersatu misalnya Soviet, Cekoslowakia, Yugoslavia, Austro-Hungaria. 

Negara Indonesia adalah salah satu Negara multikultur terbesar di dunia, hal ini dapat terlihat dari kondisi sosiokultural maupun geografis Indonesia yang begitu kompleks, beragam, dan luas. “Indonesia terdiri atas sejumlah besar kelompok
etnis, budaya, agama, dan lain-lain yang masing-masing plural (jamak) dan sekaligus juga heterogen “aneka ragam”.

Tetapi ironinya seiring kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di era global yang dibarengi dengan disrupsi, Pancasila yang menjadi salah satu pilar keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) mengalami pergeseran pemahaman dan pengalamannya, terutama di kalangan generasi muda, wa bil khusus Generasi Z.

Hasil Riset tentang Pancasila dan Moderasi Beragama

Harian Harian Umum Republika, edisi 23 Mei 2023 mempublikasikan hasil riset tentang kondisi toleransi siswa SMA. Riset yang diinisiasi oleh Setara Institute bersama International NGO Forum on Indonesian Development (INFID) merilis hasil survei kondisi toleransi siswa sekolah menengah atas (SMA). Salah satu hasilnya menunjukkan, sebanyak 83,3 % siswa SMA responden mendukung persepsi Pancasila bukan ideologi yang permanen atau dengan kata lain bisa diganti.

Temuan ini tentu mengagetkan publik terutama bagi kalangan dunia pendidikan. Seirama dengan temuan di atas, hasil survei Litbang harian Kompas dan Pusat Studi Kebangsaan Indonesia (PSKI) 2022 sebagaimana dilansir pada website Kementerian Koordinator Pembangunan Bidang Manusia Dan Kebudayaan Republik Indonesia (6 oktober 2023) ditemukan data bahwa hanya sekitar 28,6% siswa memahami Pancasila di ruang kelas, sementara terdapat 21,7% siswa memahaminya dari media sosial.

Riset yang dilakukan LSI Denny JA (Juli 2018) dalam waktu 13 tahun, menyatakan bahwa pendukung Pancasila menurun 10 %, dari 85.2 % (2005) menjadi 75,3 % (2018). Padahal Pancasila menjadi alat perekat bangsa yang majemuk.

Bahkan ketika riset diperluas di kalangan PNS dan kalangan BUMN seperti riset yang dilakukan oleh Alvara Research Center (2017), hasilnya 19.4 % PNS tidak setuju Pancasila sebagai ideologi yang tepat bagi Indonesia. 18.1 % pegawai swasta tidak setuju Pancasila sebagai ideologi yang tepat bagi Indonesia. 9.1 % pegawai BUMN tidak setuju Pancasila sebagai ideologi yang tepat bagi Indonesia. 22.2 % setuju dengan konsep khilafah. 17% pegawai swasta setuju dengan konsep khilafah dan 10.3% pegawai BUMN setuju dengan konsep khilafah.

Tentu realitas hasil riset ini, sangat mengkhawatirkan di tengah kondisi bangsa yang sangat majemuk dan multikultural; baik agama, etnis, ras, suku, budaya, Bahasa, pakaian, makanan dan lainnya.

Ajaran Agama dan Kristalisasi Nilai-Nilai Pancasila

Hasil riset ini memberikan ilustrasi bahwa pentingnya pemahaman agama, komitmen kebangsaan, toleransi, anti kekerasan dan akomodatif terhadap kebudayaan lokal. Bahkan pemaham terhadap ajaran agama yang sarat dengan nilai toleransi perlu dikedepankan—terutama bagi generasi Z—yang sangat dipengaruhi oleh faktor geopolitik dan agama. Misalnya tekanan dari Barat dengan ideologi sekulernya; liberalisme, neoliberalisme, kiri radikal dan lainnya yang membawa nilai-nilai sekularisme, individualisme, liberalisme dan pragmatism. Sedangkan tekanan dari Timur dengan ideologi berbasis agama; Islam (Gerakan Islam transnasional), Kristen, agama/aliran agama baru dan lainnya yang membawa nilai-nilai fundamentalisme/formalisme dalam beragama.

Prof. Yusril Ihza Mahendra, dalam tulisannya tentang “Hukum Islam dan Pengaruhnya terhadap Hukum Nasional”, bahwa di manapun di dunia ini—kecuali Negaranya benar-benar sekuler—pengaruh agama dalam merumuskan kaidah hukum nasional suatu negara, akan selalu terasa. Konstitusi India tegas-tegas menyatakan bahwa India adalah Negara sekuler, tetapi siapa yang mengatakan hukum Hindu tidak mempengaruhi hukum India modern.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat