kievskiy.org

Sengketa Lahan Adat Cigugur Bukti Mendesaknya UU Perlindungan Masyarakat Adat

ILUSTRASI.*/CANVA
ILUSTRASI.*/CANVA

JAKARTA, (PR).- Sengketa lahan adat Sunda Wiwitan yang terjadi di Kampung Adat Cigugur, Kuningan telah mengalami proses dan gejolak yang cukup panjang. Berlangsung sejak 2008, statusnya kini menggantung.

Tak mau tinggal dengan ketidakjelasan, sejumlah tokoh adat dari komunitas Adat Karuhun Urang (AKUR) Sunda Wiwitan Cigugur pun menyambangi Senayan.

Girang Pangaping komunitas AKUR Sunda Wiwitan, Dewi Kanti menyebut kehadiran mereka ke Senayan bukan hanya hendak memaparkan tentang permasalahan di Cigugur.

Lebih penting dari itu, ada permasalahan kompleks yang menghantui masyarakat adat se-Indonesia dan harus dilindungi oleh negara. Regulasi tentang perlindungan masyarakat adat dinilai mendesak.

"Kami melihat bahwa negara belum menyediakan ruang hukum yang memadai untuk memahami persoalan masyarakat adat. Maka dari itu payung hukum untuk masyarakat adat harus segera diundang-undangan karena ini sudah terlalu lama ditunda," kata Dewi kepada "PR" di Kompleks Parlemen Senayan, Rabu, 27 November 2019.

Baca Juga: Mengenal Seren Taun, Ritual Tahunan Masyarakat Adat Sunda Wiwitan Cigugur

Untuk diketahui, payung hukum tentang masyarakat adat sudah digodog di Rancangan Undang-Undang Tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat. Sayangnya, RUU ini sudah tertunda sekitar empat tahun lamanya.

Padahal, belum optimalnya pengakuan dan perlindungan hak Masyarakat Hukum Adat yang bersifat komunal mengakibatkan munculnya konflik dan membuat keberadaan mereka makin terdegradasi.

"Daftar Inventarisir Masalah setahun terakhir ini saling lempar beberapa kementerian akhirnya tidak jelas. Padahal negara harus melihat masyarakat adat sebagai sebuah urgensi. Karena untuk mengatasi banyak persoalan yang kita hadapi sekarang adalah kearifan masyarakat adat," ucap dia.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat