kievskiy.org

Dari UU Kehutanan Sampai UU ITE, Sudah 51 Kali Mereka Merasa Dikriminalisasi

ILUSTRASI hukuman penjara.*
ILUSTRASI hukuman penjara.* /DOK PR

JAKARTA, (PR).- Sekjen Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Rukka Sombolinggi mengatakan masyarakat adat benar-benar menantikan RUU tentang Masyarakat Adat untuk segera disahkan guna menekan peningkatan angka kriminalisasi.

Keluhan terkait banyaknya kasus kriminalisasi terhadap masyarakat adat yang baru-baru ini terjadi di beberapa daerah dalam waktu hampir bersamaan itu disampaikan Rukka di Jakarta, Selasa, 10 Desember 2019.

Ia menyebut contoh Masyarakat Adat Sihaporas di Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara, yang berhadapan dengan Hutan Tanaman Industri (HTI). Lalu kasus masyarakat adat peladang di Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah, yang menjadi pesakitan karena membuka lahan untuk menanam padi dengan cara membakar.

Kekhawatiran peningkatan kriminalisasi juga muncul dengan penerapan Omnibus Law untuk kemudahaan investasi, ujar dia.

Baca Juga: KPK Bakal Tagih Kasus Novel Baswedan Begitu Listyo Sigit Dilantik

Sebelumnya, Ketua Bidang Manajemen Pengetahuan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Rahma Mary mengatakan, berdasarkan catatan YLBHI setidaknya terdapat 51 kasus kriminalisasi terhadap masyarakat adat hingga Desember 2019, mayoritas berkaitan dengan tuduhan penebangan hutan.

Sejumlah undang-undang (UU) sektoral seperti UU tentang Kehutanan, UU tentang Sumber Daya Alam, UU tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan hingga UU Informasi dan Transaksi Elektronik kerap digunakan untuk mengkriminalisasi masyarakat adat.

Menurut Rahma, UU Pemberantasan Perusakan Hutan belum pernah digunakan sekalipun untuk menjerat ilegal logging yang dilakukan perusahaan. Namun selalu menjerat masyarakat kecil, masyarakat adat yang punya ruang hidupnya sendiri.

Baca Juga: Soal Perkembangan Kasus Novel Baswedan, Mahfud MD Persilakan Tanya Polri

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat