kievskiy.org

Konflik Laut China Selatan, Indonesia Harus Tolak Klaim China dengan Pendekatan Diplomasi

Formasi Angkatan Laut Tiongkok, termasuk kapal induk Liaoning (tengah), selama latihan militer di Laut China Selatan.
Formasi Angkatan Laut Tiongkok, termasuk kapal induk Liaoning (tengah), selama latihan militer di Laut China Selatan. /AFP/ South Korean Defence Ministry

PIKIRAN RAKYAT - Di tengah upaya berbagai negara berjuang menghadapi pandemi Covid-19, terdapat fenomena baru dalam sengketa di Laut China Selatan (LCS) yakni hadirnya kapal-kapal ikan dengan kawalan Coast Guard China di perairan yang juga diklaim Vietnam, Filipina, Malaysia, Brunei Darussalam, dan Taiwan.

Kapal-kapal ikan China di wilayah itu dalam jumlah besar, ada yang menyebut sebagai kapal-kapal milisi laut. Kehadiran kapal milisi laut China tentu bisa memantik pecahnya konflik bersenjata di sana, terlebih setelah China juga mengeluarkan Undang-Undang Coast Guard yang memberi kewenangan bertindak koersif.

Bagaimana seharusnya sikap Indonesia?

"Dalam konflik di Laut Cina Selatan (LCS) Indonesia harus konsisten menolak klaim sepihak China namun tetap dengan elegan dan mengutamakan pendekatan diplomasi," kata Direktur Paramadina Graduate School of Diplomacy, Dr. Phil. Shiskha Prabawaningtyas.

Baca Juga: Doddy Sudrajat Minta Handphone, KTP, Buku Rekening, hingga ATM Vanessa Angel, Sunan Kalijaga Beri Reaksi

Shiskha mengatakan hal dalam diskusi Forum Ekonomi Politik Didik J. Rachbini bertajuk "Evaluasi Diplomasi RI: Geopolitik, Pertahanan dan Good Governance" melalui platform Twitter space 23 Desember 2021. Nara sumber lainnya Anton Aliabbas, Ph.D. dan A. Khoirul Umam, Ph.D., dosen Paramadina Graduate School of Diplomacy,

Shiskha mengungkapkan, peta geopolitik baru dalam hubungannya dengan meningkatnya ketegangan Laut China Selatan, persepsi baru dari cara pandang territoriarity, yakni tidak lagi hanya berpedoman pada wilayah daratan suatu negara (Asia Pacific), tetapi sejak awal 2000-an dikenal perubahan istilah menjadi Indopacific yang lebih berorientasi pada teritorialisasi laut sebagai pusat perhatian.

"Dalam konteks teori geopolitik dan orientasi geografi yang telah mempengaruhi behaviour politik negara-negara, fokus kembali ke teritori laut tesebut diperkirakan telah meningkatkan dinamika eskalasi di LCS," katanya.

Persoalan di LCS, lanjut Shiskha, tidak bisa dan tidak adil jika dilihat hanya pada masa kekinian semata dari faktor perilaku China yang semakin agresif, tetapi terdapat isu pertahanan, psikologi, emosi dan pride menyangkut survival of the state.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat