kievskiy.org

Bung Karno dan Bahasa Sunda dalam Rapat Raksasa di Bandung 1963: Nuhun Dulur-Dulur

Presiden pertama Indonesia Ir. Soekarno.
Presiden pertama Indonesia Ir. Soekarno. Instagram @bung._.besar

PIKIRAN RAKYAT - Dalam penelusuran "PR" sikap Arteria Dahlan yang berasal dari partai yang ketuanya merupakan putri presiden pertama negeri ini, Sukarno serta mengaku pewaris pemikirannya justru tak sejalan dengan perilaku Bung Karno sendiri.

Bung Karno umpamanya terkadang menyelipkan istilah, idiom, atau kata-kata dalam bahasa Sunda pada pidato atau amanatnya.

Kemampuan Bung Karno berbahasa Sunda misalnya ditunjukkan saat ia berpidato dalam rapat raksasa di Alun-Alun Bandung pada 20 Mei 1963.

Dalam pidato bertajuk Sosialisme Bukan Benda Jang Djatuh Dari Langit itu, Sukarno banyak memakai bahasa Sunda. Tengok saja saat ia membuka pidatonya sebelum mengucapkan salam kepada masyarakat.

Baca Juga: Ibu Kota Negara akan Pindah ke Kalimantan Timur, LaNyalla: Jakarta Harus Memilih Mau Jadi Seperti Apa

"Sebagai biasa saja itu minta sembojan-sembojan, spandoek-spandoek digulung. Sudah saja batja semua. Gulung, gulung, gulung atau diturunkan. Eta, digulung, gulung, gulung, eta gulung terus, eta anu Bereum, gulung terus..........Tah kitu, eta anu bodas oge digulung. Henteu bisa digulung, dimiringkeun. Eta anu bodas oge dimiringkeun........Tah kitu, benar, benar, benar."

Kalimat-kalimat pembuka tersebut bertaburan istilah dan kata-kata Sunda macam eta, henteu, bereum, bodas, tah kitu yang menunjukkan perintah kepada massa rapat raksasa itu guna menggulung atau memiringkan spanduk, semboyan berwarna merah atau putih sebelum Bung Karno memulai pidato.

Bagian lain pidato itu juga dipenuhi kata dan kalimat-kalimat bahasa Sunda seperti ucapan terima kasihnya kepada massa yang telah menyaksikan upacara sidang paripurna MPRS yang menetapkannya sebagai presiden seumur hidup.

"Nuhun, nuhun, nuhun, dulur-dulur nuhun, nuhun (Terimakasih, saudara-saudara)."

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat