kievskiy.org

Sebabkan Kerugian Negara Cukup Besar, Masa Penahanan Tersangka Kasus Suap RTH Bandung Diperpanjang

Korupsi.*/DOK. PR
Korupsi.*/DOK. PR

PIKIRAN RAKYAT - Komisi Pemberantasan Korupsi memperpanjang masa penahanan bekas Kepala Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPKAD) Pemerintah Kota Bandung Herry Nurhayat (HN) serta mantan anggota DPRD Kota Bandung Tomtom Dabbul Qomar (TDQ).

Keduanya yang merupakan tersangka kasus dugaan suap pengadaan tanah untuk Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Pemkot Bandung pada tahun 2012 dan 2013 itu kembali ditahan 30 hari ke depan di Rutan Klas I Jakarta Timur Cabang KPK.

“Hari ini, Kamis 26 Maret 2020 penyidik KPK memperpanjang masa penahanan tersangka TDQ dan HN untuk 30 hari ke depan. Terhitung mulai tanggal 27 Maret 2020 sampai dengan 25 April 2020 di Rutan Klas I Jakarta Timur Cabang KPK,” tutur Pelaksana tugas (Plt) Juru Bicara Penindakan KPK Ali Fikri.

Baca Juga: Cegah Penularan Virus Corona, Atep Imbau Masyarakat Tetap di Rumah

Dalam kasus ini, KPK menetapkan dua tersangka lainnya, yaitu pihak swasta sekaligus makelar tanah bernama Dadang Suganda dan seorang mantan anggota DPRD Kota Bandung lainnya, Kadar Slamet (KS). Kerugian keuangan negara dalam kasus ini cukup besar, yaitu sekitar Rp 69 miliar atau 60 persen dari nilai anggaran yang direalisasikan, Rp 115,22 miliar.

Pengadaan RTH tersebut sebenarnya berangkat dari rencana pembangunan jangka menengah di Kota Bandung. RTH diusulkan dibangun dalam rangka menghadapi ancaman masalah ketersediaan air dan penurunan kualitas air di Kota Bandung, sehingga diperlukan pengadaan tanah untuk merealisasikan RTH tersebut.

Namun, pengadaan tanah untuk kepentingan masyarakat Bandung itu justru dikorupsi hampir setengahnya dan uang puluhan miliar mengalir pada banyak pihak. Pembelian tanah pada sejumlah pemilik tanah atau ahli waris pun dilakukan dengan nilai lebih rendah dari Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) setempat.

Baca Juga: Pulang dari Jakarta, Anak 4 Tahun Positif Corona dan Diisolasi di RSUD Cilacap

Kerugian keuangan negara yang cukup besar, yaitu sekitar Rp 69 miliar atau 60 persen dari nilai anggaran yang direalisasikan sangat merugikan keuangan daerah. Praktik korupsi makelar tanah ini juga merugikan masyarakat pemilik tanah yang tahanya dibeli bahkan lebih murah dari NJOP.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat