kievskiy.org

Di Tengah Pandemi dan Hujan Kritik, DPR Tuntaskan RUU Minerba

ILUSTRASI Pertambangan, minerba.*
ILUSTRASI Pertambangan, minerba.* /PIXABAY

PIKIRAN RAKYAT - Selain mengesahkan Perpu No 1 Tahun 2020 Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia juga merampungkan revisi Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba).

Melalui Rapat Paripurna DPR RI yang digelar Selasa 12 Mei 2020, DPR RI mengetuk palu sebagai tanda pengesahan hasil revisi rancangan regulasi yang sempat mengundang aksi demonstrasi elemen masyarakat dan mahasiswa pada 2019 silam itu.

"Apakah pembicaraan tingkat dua pengambilan keputusan terhadap RUU tentang perubahan atas UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Minerba dapat disetujui untuk disahkan menjadi UU?" kata Ketua DPR RI Puan yang mengetuai rapat kepada seluruh peserta Rapat Paripurna yang hadir.

Baca Juga: Praktisi Hukum: Ferdian Paleka dkk. Harus Tetap Ditahan Agar Jadi Pembelajaran

Pertanyaan Puan dijawab setuju oleh 296 dari 575 anggota dewan yang hadir dalam rapat. Berdasarkan absen, sebanyak 41 anggota dewan hadir secara fisik, sedangkan 255 anggota dewan lainnya hadir secara daring.

Sebelum diketuk palu, RUU Minerba sempat ditentang elemen masyarakat dan mahasiswa pada September 2019. Ini seiring penentangan publik pada sejumlah RUU yang dianggap merugikan publik seperti RKUHP dan RUU Pemasyarakatan. Seiring menguatnya penentangan publik tiga regulasi itu ditunda dan baru dibahas kembali di Komisi VII DPR pada 30 Maret 2020.

Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi VII sekaligus Ketua Panja RUU Minerba Bambang Wuryanto menyampaikan sejumlah alasan pembahasan RUU Minerba tetap dilanjutkan di tengah pandemi virus corona (Covid-19). Ia membantah soal RUU tersebut dikebut oleh anggota dewan lantaran RUU Minerba. Pasalnya, RUU Minerba telah disiapkan sejak lama. Bahkan Daftar Inventaris Masalah (DIM) sudah disiapkan sejak 2016.

Baca Juga: Untuk memetakan Sebaran Covid-19, Ribuan ODP dan OTG di Kabupaten Bandung Barat Jalani Swab Test

"Banyak yang nanya melalui WhatsApp, media massa, tentang pembahasan RUU Minerba yang terlalu cepat. Di mana jawaban kami bahwa RUU Minerba disiapkan sejak 2016," ucapnya.

Bambang menyampaikan pembahasan RUU minerba merupakan tugas yang harus dijalankan DPR sebagai lembaga legislatif, yakni menyusun peraturan perundang-undang. Seluruh pasal dalam RUU tersebut juga dibahas bersama pemerintah pusat, baik kementerian ESDM maupun kementerian lainya, sebagai langkah harmonisasi peraturan. Atas dasar itu, jika nantinya ada yang tak setuju dengan isi undang-undang tersebut, Bambang mempersilahkan yang bersangkutan melakukan judicial review.

"Semua didiskusikan panjang lebar agar kawan-kawan di luar paham, kalau ada yang tidak pas judicial review. Jangan sebar WA yang dibombardir kepada kami semua, itu namanya teror," ujar Bambang.

Baca Juga: Mahasiswa UI Ciptakan Drone untuk Bubarkan Kerumunan di Tengah Pandemi Covid-19

Sementara itu, Koalisi Masyarakat Sipil Bersihkan Indonesia menyatakan keputusan DPR RI dan pemerintah melanjutkan pembahasan dan pengesahan RUU Mineral dan Batubara (RUU Minerba) di tengah wabah virus corona (Covid-19) tidak mewakili kepentingan masyarakat dan korban industri pertambangan. Koalisi yang terdiri dari Auriga Nusantara, Walhi, dan JATAM Nasional ini menilai sikap wakil rakyat dan pemerintah tersebut justru mencerminkan akomodasi terhadap kepentingan investor batubara.

"Alih-alih memprioritaskan penyelamatan rakyat di tengah krisis pandemi Covid-19, DPR-Pemerintah justru menyediakan jaminan (bailout) dan memfasilitasi perlindungan bagi korporasi tambang," kata koalisi melalui siaran persnua.

Ada empat hal yang disoroti koalisi terkait pembahasan RUU Minerba. Yang pertama, RUU Minerba disebut merupakan suatu bentuk jaminan (bailout) dari pemerintah untuk melindungi keselamatan elite korporasi, bukan rakyat dan lingkungan hidup dengan cara memanfaatkan krisis Covid-19 yang menyebabkan kekosongan ruang aspirasi dan partisipasi publik.

Baca Juga: 5 Jenis Hubungan yang Harus Dihindari, Awas Dibikin Sakit Hati

Kedua, proses pembahasan dan pengesahan RUU Minerba dinilai cacat prosedur dan hukum, melanggar tata cara penyusunan peraturan perundang-undangan yang diatur dalam UU 12/2011 dan peraturan DPR tentang tata tertib DPR, serta mengabaikan hak konstitusi warga negara yang dijamin dalam UUD 1945 pasal 28F.

Ketiga, Koalisi menyoroti pasal-pasal dalam draf RUU Minerba yang dinilai memperlihatkan bagaimana perusahaan diberi kemudahan, di antaranya, perpanjangan otomatis bagi pemegang izin PKP2B tanpa pengurangan luas wilayah dan lelang, IUP dan IUPK diperbolehkan untuk dipindahtangankan dan beberapa pasal lainnya.

Keempat, koalisi menilai sebanyak 90 persen isi dan komposisi RUU ini hanya mengakomodasi kepentingan pelaku industri batu bara.

Koalisi menilai penghapusan dan pengubahan pasal hanya berkaitan dengan kewenangan dan pengusahaan perizinan, namun tidak mengakomodasi kepentingan dari dampak industri pertambangan dan kepentingan rakyat di daerah tambang, masyarakat adat dan perempuan.

Selain itu, Koalisi juga mengkritik pernyataan Ketua Panitia Kerja (Panja) RUU Minerba, Bambang Wuryanto yang menyebut bahwa aspirasi publik yang selama ini diarahkan kepada DPR tak ubahnya teror. Menurut Koalisi, rapat-rapat Panja RUU Minerba yang selama ini digelar tertutup lah yang menjadi teror terhadap warga terdampak di lingkar pertambangan dan industri batu bara.***

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat