kievskiy.org

Menunda Pemilu, Melecehkan Konstitusi

Komisioner KPU Kota Blitar Rangga Bisma Aditya (depan) beserta staf KPU Kota Blitar berorasi sambil membawa poster berisi sosialisasi Pemilu 2024 saat peluncuran tanggal Pemilu Tahun 2024 di Monumen Pemberontakan Tentara Peta di Blitar, Jawa Timur, Senin 14 Februari 2022. KPU mengeluarkan surat keputusan KPU RI Nomor 21 tahun 2022 yang berisi penetapan tanggal Pemilu 2024 yang jatuh pada 14 Februari 2024.
Komisioner KPU Kota Blitar Rangga Bisma Aditya (depan) beserta staf KPU Kota Blitar berorasi sambil membawa poster berisi sosialisasi Pemilu 2024 saat peluncuran tanggal Pemilu Tahun 2024 di Monumen Pemberontakan Tentara Peta di Blitar, Jawa Timur, Senin 14 Februari 2022. KPU mengeluarkan surat keputusan KPU RI Nomor 21 tahun 2022 yang berisi penetapan tanggal Pemilu 2024 yang jatuh pada 14 Februari 2024. /Antara/Irfan Anshori

PIKIRAN RAKYAT - Sejumlah pihak melontarkan wacana liar ­menunda Pemilihan Umum 2024. Entah apa alasan yang melatarbelakanginya. Satu hal yang pasti, menurut sejumlah pakar hukum tata negara, penundaan Pemilu 2024 merupakan pelecehan terhadap Konstitusi (Undang-Undang Dasar 1945).

Presiden Jokowi (Joko Widodo) wajib segera menyatakan sikap agar pelanggaran serius tersebut tidak menjadi kenyataan.

“Ini adalah perkembangan yang memalukan sekaligus mem­bahayakan. Oleh karena itu, harus pula ditanggapi secara serius dan cepat. Wacana penundaan pemilu sebenarnya adalah bentuk pelanggaran konstitusi yang telanjang alias pelecehan atas konstitusi (contempt of the constitution),” kata Guru Besar Hukum Tata Negara Denny Indrayana melalui siaran pers yang ia bagikan akhir pekan lalu.

Menurut dia, dalam teori ketatanegaraan, pelanggaran atas Konstitusi hanya dimungkinkan dalam situasi sangat darurat.

Itu pun hanya dilakukan demi me­nyelamatkan negara dari ancam­an serius yang berpotensi meng­hilangkan negara.

Da­lam sejarah Indonesia, pe­lang­garan Konstitusi itu me­wujud dalam peristiwa pembubaran Konstituante dan kembali ke UUD 1945 melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959.

“(Itulah) salah satu pelanggaran Konstitusi yang akhir­nya diakui menjadi sumber hukum bernegara yang sah dan berlaku. Namun, alasan pelanggaran Konstitusi harus jelas untuk penyelamatan negara dan melindungi seluruh rakyat Indonesia (for the sake of the nation and the people),” katanya.

Denny mengingatkan, penundaan Pemilu 2024 (jika itu terjadi) juga berarti memperpanjang masa jabatan pre­siden (dan wakil presiden), parlemen, serta para kepala daerah.

Dengan demikian, hal itu nyata-nyata merupakan pot­ret pelanggaran konstitusi secara berjemaah karena lebih didasari dahaga atas ke­kuasaan semata (machts­staat), bukan atas te­gaknya negara hukum (rechts­staat).

”Apalagi, indi­kator penting yang juga harus diperhatikan adalah pemba­tasan kekua­saan (limitatiton of power) dan penghormatan terhadap hak asasi manudia sebagai pilar-pilar utama dari prinsip konstitualisme,” tuturnya.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat