kievskiy.org

Jadikan Nenek Reza Rahadian Contoh Kasus, Sejarawan LIPI Menilai Isu PKI Terkait Pilpres 2024

Ilustrasi, tangkapan layar dari video viral pembakaran bendera PKI dan PDIP dalam demonstrasi, di depan Gedung DPR RI.*
Ilustrasi, tangkapan layar dari video viral pembakaran bendera PKI dan PDIP dalam demonstrasi, di depan Gedung DPR RI.* /Youtube.com/Detik Indonesia

PIKIRAN RAKYAT -  Profesor Riset bidang Sejarah, Asvi Warman Adam, menyatakan fenomena munculnya kembali isu Partai Komunis Indonesia (PKI) diakibatkan kepentingan politik menuju Pemilu 2024.

Hal itu disampaikan Asvi dalam diskusi virtual bertema “Ngeri-Ngeri Kebangkitan PKI” yang dipandu Bonnie Triyana, di Jakarta, Selasa, 7 Juli 2020.

Sejarawan yang bekerja di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) itu menengarai pihak yang melakukannya ingin menegakkan kembali kekuasaannya, persis sama dengan cara yang dulu dilakukan Orde Baru.

Baca Juga: Google, Microsoft, Twitter, dan Zoom Kompak Tolak Permintaan Data dari Pemerintah Hong Kong

Yakni menjadikan komunisme sebagai musuh bersama.

“Padahal, faktanya, Komunisme itu sudah punah dengan adanya TAP MPRS yang isinya membubarkan PKI dan melarang ajaran komunisme, sudah berlaku sejak 1966 serta bertahan hingga saat ini,” kata Asvi.

Ia mengangkat kisah Reza Rahadian, aktor terkenal saat ini yang memiliki nenek bernama Fransisca Casparina Fanggidaej.

Baca Juga: Jamkrindo Penjamin Kredit UMKM pada Program Pemulihan Ekonomi Nasional

Neneknya itu merupakan anggota Parlemen Indonesia yang kebetulan di tahun 1965 sedang berada di Beijing. Mengetahui situasi politik terkait PKI saat itu, Fransisca memilih bertahan dan tak kembali, supaya anak serta keluarganya tak dikaitkan dengan PKI.

Padahal, Fransisca sudah berjuang untuk kemerdekaan RI dan ikut terlibat di perjuangan 10 November 1945 di Surabaya.

"Dia dekat Soekarno, dan takut pulang. Selama 20 tahun di Tiongkok, lalu minta suaka ke Belanda. Dari sana dia mengabarkan ke keluarganya bahwa dia masih hidup. Bayangkan dia memendam rahasia 20 tahun. Bayangkan hidup anaknya di Indonesia. Dia khawatir kalau anaknya dia beritahu pada 1965, anak-anaknya ditangkap," kata Asvi.

Baca Juga: Ridwan Kamil Sebut Institusi Pendidikan Negara Dimungkinkan Jadi Klaster Baru Covid-19

Bagi Asvi, sama seperti anak keluarga terkait pemberontakan DI/TII, PRRI/Permesta, dan RMS, seharusnya anak-anak keluarga yang dikaitkan PKI tak menjadi korban. Sebab kesalahan orang tua tak seharusnya menjadi tanggung jawab anak dan cucu.

"Saya ingin katakan bahwa partai dan DPR itu bersih dari PKI. Jangan ada tuduhan lagi. Tak ada partai yang PKI sekarang ini. Kalau ada buktinya langsung laporkan ke bareskrim. Tak ada di parlemen kita itu PKI. Bahaya laten PKI adalah halusinasi menurut saya," ucap Asvi.

Diingatkan oleh Asvi, di era Orba, isu PKI dipertahankan untuk kepentingan Pemerintah dan rejim berkuasa, dengan menghancurkan orang yang bersikap kritis. Isu PKI juga digunakan ketika hendak mengambil tanah rakyat dengan mudah.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat