kievskiy.org

Kalah di WTO soal Nikel, Indonesia Perlu Bikin Aliansi Sesama Produsen Komoditas

Ilustrasi nikel.
Ilustrasi nikel. /Pixabay/Hans Pixabay/Hans

PIKIRAN RAKYAT - Kekalahan Indonesia di WTO (World Trade Organisation) dalam gugatan soal komoditas nikel menunjukkan bahwa ada kekuatan global yang memaksa Indonesia untuk melakukan ekspor bahan mentah. Padahal, kebijakan terkait ekspor merupakan ranah kedaulatan negara.

Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar mengatakan, kebijakan pembatasan maupun pelarangan ekspor bahan mentah pada dasarnya merupakan kebijakan nasional.

Dalam konteks Indonesia, kebijakan pembatasan ekspor nikel bertujuan untuk mendorong kepentingan hilirisasi industri dalam negeri.

“Pemaksaan ekspor ini malah akan menguntungkan negara-negara lain, khususnya Barat,” katanya dalam keterangan pers, Senin 5 Desember 2022.

Baca Juga: Nikel Melimpah di Indonesia, Produksi Kendaraan Listrik Dalam Negeri Digadang-gadang Bisa Terwujud 100 Persen

Muhaimin menekankan perlunya perubahan kebijakan perdagangan global. Ia juga menyerukan supaya Indonesia mengubah orientasi hubungan luar negeri.

"Sekarang kita lihat juga bagaimana negara-negara Barat sepakat membatasi harga minyak Rusia menjadi 60 dollar/barel (sekira Rp923,340/barel). Sebagai balasan atas policy OPEC+ yang mengurangi produksi minyak mereka sebanyak 2 juta barel/hari," ujar Muhaimin.

Menurutnya, model persekutuan dagang berbasis produsen komoditas seperti OPEC itu mendesak untuk dilakukan, semacam aliansi antarnegara berbasis komoditas.

“Misalnya untuk batubara, kita bisa membangun persekutuan dengan Afrika Selatan, Rusia, Australia sebagai sesama produsen. Untuk nikel, (kita) bisa (kerja sama) dengan Caledonia, Filipina. Untuk gas, bisa dengan Qatar, UEA, Kazakhstan, Rusia. Agar stabilitas harga dan pasokan terjamin, juga lebih mandiri menentukan kuantitas ekspor," ujarnya.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat