kievskiy.org

Keluhkan Kemitraan Plasma, Serikat Petani Kelapa Sawit: Sudah Tidak Relevan Lagi

Ilustrasi kelapa sawit.
Ilustrasi kelapa sawit. /Pixabay/David Mark Pixabay/David Mark

PIKIRAN RAKYAT - Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) meminta pemerintah mengevaluasi kebijakan yang mengatur skema kemitraan petani plasma kelapa sawit. Soalnya, dinilai tidak relevan lagi dengan kondisi sekarang.

"Skema kemitraan dengan mekanisme penyerahan lahan dan menempatkan perusahaan sebagai mitra yang mengelola penuh lahan masyarakat dengan pola bagi hasil sudah tidak relevan lagi. Sudah seharusnya pemerintah meninggalkan skema ini," kata Kepala Advokasi SPKS Marselinus Andri di Jakarta, Kamis 22 Desember 2022, dilansir Antara.

Petani plasma adalah petani kelapa sawit yang bermitra dengan perusahaan swasta atau pemerintah dalam mengelola perkebunannya.

Andri mengungkapkan temuan utama hasil investigasi yang dilakukan The Gecko Project (organisasi investigasi soal korupsi, perubahan iklim, hutan, dan HAM) di perkebunan sawit menunjukkan skema kemitraan gagal menghasilkan kesejahteraan bagi para petani, sebaliknya berpotensi mengurangi pendapatan dan lahan.

Baca Juga: Usai Minyak Goreng Kini Kelapa Sawit, Mendag Beri Instruksi Soal Harga

Masyarakat yang terikat dalam skema plasma disebut memperoleh bagian sangat kecil dari keuntungan yang bisa dihasilkan perkebunan.

Berdasarkan kajian, kebun plasma dapat menghasilkan keuntungan lebih dari Rp22 juta per hektare tiap tahun. Para petani sawit mandiri, yang menggarap kebun tanpa dukungan perusahaan perkebunan, bisa mendapat keuntungan lebih dari Rp15 juta per hektare tiap tahun.

"Namun, dari beberapa kasus plasma, petani hanya mendapatkan keuntungan rata-rata Rp2,5 juta," kata Andri.

Dalam catatan SPKS, pendapatan petani plasma umumnya sangat rendah dan tak cukup untuk membayar angsuran kredit akibat rendahnya produksi dari kebun yang dikelola tidak sesuai standar agronomis pemerintah.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat