kievskiy.org

Sebab Dinasti Politik, Titi: Dari Kaidah Hukum, Calon Alternatif Sulit, Pemilih, hingga Biaya Tinggi

Ilustrasi Dinasti Politik.
Ilustrasi Dinasti Politik. /POLITICAL DYNASTY

PIKIRAN RAKYAT - Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini menyebut politik dinasti adalah faktor yang berkontribusi terhadap terjadinya politik kekerabatan yang cenderung destruktif. Ini terjadi karena sejumlah faktor.

Pertama adalah kaidah hukum yang memungkinkan itu terjadi. Kaidah hukum menyangkut pada kerangka regulasi misalnya akses kepada pencalonan yang memang limitatif tadi. Sehingga pencalonan hanya bisa dimiliki oleh partai-partai yang punya daya dukung besar.

“Kedua calon alternatif sulit muncul. Sudah lewat partai politik berat,  lalu calon perseorangan juga dari harus mengantungi dukungan 3 sampai 6 setengah persen persyaratannya. Sekarang dibuat menjadi 6 setengah sampai 10 persen. Jadi akses politik itu makin terbatas hanya orang-orang dan kelompok tertentu saja,” ucap Titi.

Baca Juga: Trump Ikut Bereaksi saat Facebook, Twitter, dan YouTube Dituding Menyensor Video Pengobatan Covid-19

Faktor berikutnya ialah rekrutmen yang diatur di dalam undang-undang pilkada yang makin sentralistik. Daerah boleh jadi sudah punya calon. Tapi di akhir, DPP pula yang ambil alih.

“Jadi proses yang berlangsung di daerah itu,  bisa dieliminir,  bisa di kemudian batalkan oleh DPP. Kita tata kelola pemerintahannya desentralisasi, tapi kok partai kita makin sentralistik, ini juga menjadi salah satu yang mestinya dievaluasi  di dalam undang-undang kepemiluan kita,” ucap dia.

Baca Juga: Ungkap Hasil Tes HIV Editor Metro TV Yodi Prabowo, Polisi: Ada Rekam Medis Sebelum Meninggal

Politik juga punya biaya tinggi. Sayangnya yang mahal adalah saluran-saluran yang ilegal seperti mahar yang memicu orang untuk mengeluarkan uang sebanyak mungkin untuk memenangi kontestasi. Terakhir kesadaran masyarakat kita untuk mengevaluasi politik dinasti yang masih rendah.

“Tetapi kesadaran yang rendah itu tidak berdiri sendiri, karena kenapa? karena pendidikan pemilih,  pendidikan politik itu tidak berjalan. Jadi belum berjalan secara optimal. Maka, apa yang harus kita lakukan ke depan, yaitu harus kita benahi regulasi Pilkada dan memastikan tersedianya calon yang beragam,” ucap dia.***

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat