kievskiy.org

Buruh Menjerit Eksportir Boleh Potong Upah 25 Persen, Said Iqbal: Bikin Rusak Negara!

Ilustrasi buruh menolak pemotongan upah.
Ilustrasi buruh menolak pemotongan upah. /Antara/Didik Suhartono

PIKIRAN RAKYAT - Penolakan keras datang dari Partai Buruh dan Organisasi Serikat Buruh atas kebijakan upah kerja yang tertuang dalam Permenaker Nomor 5 Tahun 2023. Dalam aturan tersebut, perusahaan berorientasi ekspor diperbolehkan memangkas gaji buruh maksimal 25 persen dengan syarat dan ketentuan berlaku.

Adapun perusahaan berorientasi ekspor yang dimaksud bergerak di bidang tekstil, pakaian jadi, alas kaki, kulit dan barang kulit, furnitur, serta mainan anak. Selain mengatur upah kerja, Permenaker ini juga mengizinkan perusahaan mengatur jam kerja yang disesuaikan dengan pembayaran upah demi menekan angka pemutusan hubungan kerja (PHK).

Hal ini sontak menyulut reaksi dari para pekerja. Presiden Partai Buruh, Said Iqbal menuturkan, aturan tersebut jelas menentang undang-undang.

"Kami menolak Permenaker Nomor 5 Tahun 2023 yang membolehkan perusahaan padat karya tertentu orientasi ekspor membayar upah 75 persen. Hal itu jelas melanggar undang-undang," katanya melalui keterangan tertulis pada Kamis, 16 Maret 2023.

Baca Juga: 8 Klub Lolos Perempatfinal Liga Europa 2022-2023, Berikut Daftarnya

Permenaker Nomor 5 Tahun 2023 sendiri akan berlaku selama 6 bulan terhitung sejak 8 Maret 2023. Jika aturan tersebut tidak dibatalkan, persatuan buruh mengancam akan melakukan unjuk rasa di Kementerian Ketenagakerjaan serta aksi mogok kerja.

Tak henti di situ, sebagai bentuk antipati, Said menuturkan pihaknya akan menempuh jalur hukum dengan menggugat Permenaker Nomor 5 Tahun 2023 ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Hal ini dilakukan karena menurutnya pemotongan gaji buruh sebesar 25 persen termasuk dalam tindak kejahatan.

"Saya ingatkan, Permenaker ini melanggar undang-undang dan peraturan pemerintah yang telah ditandatangani Presiden di mana kebijakan Presiden hanya ada upah minimum. Kenapa Menaker membuat Permenaker yang isinya bertentangan dengan peraturan di atasnya," ujar dia.

"Misal ada perusahaan orientasi pasar dalam negeri, perusahaan kecil, sebut saja tekstil, bayar upah 100 persen. Lalu ada perusahaan besar, raksasa, orientasi ekspor, misal memproduksi U****O, dia boleh bayar upah hanya 75 persen. Jam kerja yang domestik 40 jam seminggu, di sini hanya 30 jam dan upahnya hanya 75 persen, bikin rusak negara," ujarnya.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat