kievskiy.org

Mengenal Politik Identitas, Gerakan Pembela Kelompok Tertindas yang Kini Dicurigai

Ilustrasi politik identitas.
Ilustrasi politik identitas. /Pixabay/Wokandapix

PIKIRAN RAKYAT – Presiden Joko Widodo atau Jokowi menolak tegas politik identitas dan agama untuk meraih dukungan pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. Penolakan tersebut ditegaskan Jokowi dalam pidato pada upacara peringatan Hari Lahir Pancasila 1 Juni 2023 di Monumen Nasional (Monas), Senayan, Jakarta.

“Saudara-saudara sebangsa, setanah air. Toleransi, persatuan, dan gotong royong ada kunci membangun bangsa yang kokoh. Oleh sebab itu saya mengajak semuanya untuk menolak ekstremisme, menolak politisasi identitas, menolak politisasi agama,” ujar Jokowi.

Istilah politik identitas diciptakan oleh Combahee River Collective (CRC) sebuah organisasi afrika amerika pada 1977 untuk mengidentifikasi kegiatan aktivisme yang dilakukan selama kurun 1974 hingga 1980.

Mengutip britannica, politik identitas didefinisikan sebagai aktivitas yang didasarkan pada identitas ras, etnik, kebudayaan, agama, gender, dan kelompok lainnya dengan tujuan biasanya untuk mengeliminasi ketidakadilan yang dialami oleh kelompok identitas tertentu.

Baca Juga: Viral Baliho Kaesang Pangarep Didukung Jadi Wali Kota Depok, Gibran: Dia Bukan Orang Depok

Manuel Castells dalam bukunya The Power of Identity menyederhanakan definisi politik identitas sebagai usaha politik yang mendasarkan cara berpikir dan bertindak atas identitas kelompok dengan tujuan memperjuangkan kepentingan kelompok.

Dari Gerakan Emansipasi menjadi Gerakan yang Dicurigai

Awalnya, politik identitas mengalami masa-masa kejayaan dan dianggap sebagai salah satu gerakan untuk menggalang emansipasi kelompok-kelompok marginal. Sebut saja gerakan feminisme yang bertujuan menuntut kesamaan hak antara laki-laki dan perempuan.

Pada 1848, gerakan politik identitas berbasis gender tersebut dipelopori lewat Seneca Falls Convention untuk mengangkat derajat kaum perempuan di Amerika Serikat kala itu.

Di Indonesia, Kartini merupakan salah satu tokoh politik identitas berbasiskan gender yang paling dikenal masyarakat Indonesia. Usahanya untuk mengangkat harkat dan derajat kaum perempuan di era 1890-an terbukti mampu memberikan emansipasi kaum perempuan di Nusantara kala itu.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat