kievskiy.org

Anies Baswedan Sayangkan Fenomena 'Konoha', 'Wakanda', hingga 'Lahore' di Media Sosial

Bacapres Koalisi Perubahan, Anies Baswedan.
Bacapres Koalisi Perubahan, Anies Baswedan. /YouTube Rhenald Kasali

PIKIRAN RAKYAT - Bakal capres dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) Anies Baswedan menyayangkan maraknya istilah kata ganti dalam mengkritik pemerintah, seperti 'Konoha', 'Wakanda', hingga 'Lahore. Menurutnya, ini merupakan tanda-tanda sakitnya demokrasi di Indonesia.

Hal itu disampaikan Anies ketika menjadi pembicara dalam Kuliah Kebangsaan FISIP Universitas Indonesia (UI), bertajuk "Hendak ke mana Indonesia Kita? Gagasan, Pengalaman dan Rancangan Para Pemimpin Masa Depan".

Bicara soal kualitas demokrasi, menurut Anies erat kaitannya dengan kebebasan publik dalam berekspresi, termasuk saat menyampaikan kritik. Namun, jaminan hak tersebut seolah dirampas, sehingga warga memilih menggunakan istilah pengganti seperti Konoha atau Wakanda saat mengkritik Indonesia.

"Nah ini yang sekarang sering kali jadi masalah, karena kita menyaksikan di medsos, banyak sekali yang nulis itu nyebutnya Konoha, Wakanda. Apa artinya? Ini menunjukkan ada self censorship," ujarnya, di Depok, disiarkan langsung melalui YouTube Televisi UI, Selasa, 29 Agustus 2023.

Baca Juga: KPK Geledah Kantor Pemkot Bima, Ada Kasus Apa?

Anies melanjutkan, sensor otomatis yang secara alami disepakati oleh seluruh lapisan masyarakat di internet itu adalah contoh demokrasi yang cacat. Anies kembali memberi contoh dengan isu terbaru, kritik terkait polusi udara Jakarta.

"Bahkan kemarin ada yang menyebutkan bahwa kota yang polusinya paling buruk namanya Lahore dan lalu mengkritik Kota Lahore habis-habisan, kenapa? Ini tanda-tanda yang tidak sehat," ujar Mantan Gubernur DKI Jakarta itu.

"Kita membutuhkan demokrasi yang delivery demokrasi di mana ide gagasan menjadi yang terdepan diproses politik dan kebijakan itu menjadi output yang dituju oleh semua, kebijakan untuk kesejahteraan," katanya lagi.

Sebelumnya, Anies terlebih dulu menyoroti penurunan kualitas demokrasi. Baginya bentuk demokrasi bukan hanya tentang pemilihan umum (Pemilu), alias kontestasi politik dan pergantian pemimpin lima tahun sekali. Baginya demokrasi adalah bagaimana rakyat selalu bisa menyampaikan aspirasi tanpa dihantui rasa takut.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat