PIKIRAN RAKYAT - Lemahnya daya beli masyarakat di tengah pandemi corona telah berimbas terhadap nasib petani sayur di Desa Serang, Kecamatan Karangreja, Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah.
Hasil panen yang melimpah dan rendahnya daya beli masyarakat menyebabkan ratusan hektare tanaman sayur siap panen di lereng Gunung Slamet itu, tidak bisa terpasarkan.
Kondisi ini memaksa petani untuk mempusokan ratusan hektar tanaman sayuran, tanaman dibiarkan membusuk di ladang.
Baca Juga: Modus Bagikan Panen Cabai ke Tetangga, Cara 3 Pelaku di Tangerang Tutupi Bisnis Ladang Ganja
Mereka enggan untuk panen karena harga sayuran bahkan lebih rendah dari biaya petik atau panen.
Saat ini harga cabe merah di tingkat petani di sentra sayuran lereng Gunung Slamet hanya ditawar Rp 7.000 per kg, wortel Rp 3.000, kentang Rp 8.000, tomat Rp 1.500 hingga Rp 3.000 per kg, daun bawang Rp 3.000, sedangkan caisim dan sawi putih hanya Rp 1.000 per kg.
Kepala Desa Serang Sugito mengatakan anjloknya harga sayuran karena permintaan sepi disisi lain petani sedang panen raya sayur.
Baca Juga: Persib vs Persikabo Uji Coba, Igor Kriuschenko Antisipasi Pemain Cedera
Akibatnya sayuran turun pada titik terendah.
"Permintaan konsumen sangat turun, karena lokasi wisata belum sepenuhnya pulih, rumah makan, perhotelan juga masih sepi. Imbas sepinya lokasi wisata sampai ke petani. Permintaan sayur kepada petani turun drastis," kata Sugito.
Saat ini ada lahan seluas 600 hektar tanaman sayuran seperti kubis, sawi putih daun bawang, seledri tomat cabe sudah siap panen, stok melimpah.
Baca Juga: Jelaskan Kata Anjay Tidak Dilarang, Ketua KPAI: Dipakai Bully Bisa Berujung Pidana
Untuk tanaman kol saja 1 hektar menghasilkan 50 ton kobis.
Kini lahan seluas 600 ha yang terletak di tiga dusun, yakni Dusun Gunung Malang, Kalihurip dan Rejadadi, dibiarkan puso.
Petani enggan untuk memetik, "Tanaman dibiarkan puso, membusuk di ladang," kata Sugito Selasa, 1 September 2020.