kievskiy.org

Jelang Setahun Tragedi Kanjuruhan, Saksi dan Korban Tuntut 4 Hal ke Pemerintah

Tragedi Kanjuruhan pada Sabtu, 1 Oktober 2022, yang mengakibatkan 135 nyawa melayang.
Tragedi Kanjuruhan pada Sabtu, 1 Oktober 2022, yang mengakibatkan 135 nyawa melayang. /Antara/Ari Bowo Sucipto

PIKIRAN RAKYAT – Pada 1 Oktober 2023 merupakan peringatan satu tahun Tragedi Kanjuruhan, yang menewaskan ratusan supporter dari Aremania. Tragedi tersebut dipicu dengan adanya penggunaan gas air mata berlebihan di dalam stadion hingga membuat penonton panik dan berlarian keluar.

Jaringan Saksi dan Korban Kanjuruhan (JSKK) menilai putusan kasasi pada dua terdakwa anggota Kepolisian dan putusan banding terhadap terdakwa Kepolisian, tidak sebanding dengan jumlah korban Tragedi Kanjuruhan. Pasal yang dijatuhkan kepada para terdakwa juga dianggap tidak menyentuh pokok krusial tragedi tersebut.

Adapun pasal yang digunakan oleh penegak hukum untuk mengadili terdakwa adalah Pasal 359 dan 360 KUHP. Pihak JSKK, Tim Advokasi Tragedi Kanjuruhan (TATAK), LBH Pos Malang dan LPBH NU Kota Malang, serta Aliansi Reformasi Polisi menyebut Tragedi Kanjuruhan adalah pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat.

Oleh karena itu mereka mendesak perlu adanya penyelidikan sebagaimana Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2006 Tentang Pengadilan HAM. Apalagi mereka menilai banyak kejanggalan yang terjadi selama proses penegakan hukum.

Baca Juga: Anjing Peliharaan Joe Biden Gigit Paspampres, Korban Terluka dan Dirawat di Gedung Putih

Saksi dan korban Tragedi Kanjuruhan merasa proses hukum dirancang untuk gagal dalam mengungkap kebenaran. Bahkan mengarah pada sistem peradilan sesat, dan memperburuk kondisi HAM di Indonesia.

Belum lagi aksi penyidikan Polres Kabupaten Malang yang terhenti terkait Laporan Model B yang diajukan oleh keluarga korban, menambah panjang daftar ketidakpercayaan publik terhadap institusi polri. Pihak keluarga merasa ada pembatasan akses terhadap keadilan, terutama bagi penyintas.

Penggunaan gas air mata secara berlebihan tak hanya terjadi di Tragedi Kanjuruhan saja. Setelah itu, aparat makin getol dan lebih enteng dalam mengeluarkan gas air mata untuk memukul mundur massa.

Insiden Kanjuruhan, Rempang-Galang hingga Dago Elos yang menggunakan gas air mata, membuat masyarakat geram. Bahkan hal itu dinilai harus menjadi bahan evaluasi anggaran penggunaan gas air mata yang justru digunakan secara eksesif.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat