kievskiy.org

PDIP Soroti Perbedaan Pandangan Hakim Soal Putusan MK yang Dibacakan Anwar Usman

Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman (kanan) dan Hakim Konstitusi Saldi Isra (kiri).
Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman (kanan) dan Hakim Konstitusi Saldi Isra (kiri). /Antara/Aditya Pradana Putra

PIKIRAN RAKYAT - Ketua DPP PDI Perjuangan Ahmad Basarah menanggapi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam uji materi Pasal 169 huruf q Undang-Undang Pemilihan Umum terkait perbedaan sikap hakim MK. MK dalam putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023 menyatakan “mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian”.

Menurut Wakil Ketua MPR RI itu keputusan tersebut kontroversial yang lebih nampak aspek politiknya ketimbang aspek hukum konstitusi yaitu mengenai pengujian ketentuan syarat umur Capres dan Cawapres yang diatur dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. 

"Apabila dicermati secara detail putusan tersebut, maka terdapat persoalan mendasar dalam putusan MK tersebut. Persoalan tersebut berkaitan dengan Amar Putusan. Bahwa amar putusan MK yaitu: berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah," kata Ahmad Basarah dikutip dalam keterangannya, Selasa, 17 Oktober 2023.

"Terhadap amar putusan tersebut, ada 4 (empat) Hakim Konstitusi yang menyatakan Dissenting Opinion (pendapat berbeda) dengan menyatakan menolak permohonan tersebut, terdiri dari Wahiduddin Adams, Saldi Isra, Arief Hidayat dan Suhartoyo," katanya.

Baca Juga: Raffi Ahmad Siap Pertemukan El Rumi dan Jefri Nichol di Ring Tinju

Selain itu Ahmad Basarah juga menilai, terdapat dua Hakim Konstitusi yang oleh putusan disebut memiliki concurring opinion (alasan berbeda), yaitu Enny Nurbaningsih dan Daniel Yusmic P. Foekh. Apabila dicermati lagi pendapat dua hakim konstitusi tersebut, maka sejatinya kedua hakim konstitusi tersebut menyampaikan dissenting opinion, sebab kedua hakim konstitusi tersebut memiliki pendapat berbeda soal amar putusan. 

Menurut hakim konstitusi Enny Nurbaningsih, kata Ahmad Basarah, amar putusan seharusnya berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau berpengalaman sebagai Gubernur yang persyaratannya ditentukan oleh pembentuk undang-undang. Sementara, menurut hakim konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh, amar putusannya seharusnya berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau berpengalaman sebagai kepala daerah tingkat provinsi.

"Artinya, sejatinya hanya 3 (tiga) orang hakim konstitusi yang setuju dengan amar putusan ini (berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah)," ujarnya.

Baca Juga: Saung Angklung Udjo Buka Lowongan Kerja Oktober 2023: Terbuka untuk Lulusan SMA/SMK

Sisanya 6 hakim konstitusi lainnya, memiliki pendapat berbeda berkaitan dengan amar putusan. Oleh karena itu, bagi Ahmad Basarah, putusan MK ini tidak mengabulkan petitum pemohon, melainkan menolak permohonan pemohon. 

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat