kievskiy.org

3 Pakar Bicara Putusan MK Soal Batas Usia Capres-Cawapres

Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman.
Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman. /Antara/Aditya Pradana Putra

PIKIRAN RAKYAT - Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal batas usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) mendapatkan beragam komentar dari pelbagai pihak. MK mengabulkan sebagian permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum mengenai batas usia capres dan cawapres diubah menjadi berusia 40 tahun atau pernah berpengalaman sebagai kepala daerah.

Sebagian Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang diajukan mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Surakarta (Unsa) Almas Tsaqibbirru dikabulkan. Mahasiswa asal Surakarta itu memohon syarat pencalonan capres dan cawapres diubah menjadi berusia paling rendah 40 tahun atau berpengalaman sebagai kepala daerah, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.

Mahkamah berkesimpulan, permohonan Almas beralasan menurut hukum untuk sebagian.

"Sehingga Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum selengkapnya berbunyi 'berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah," ujar Ketua MK Anwar Usman.

Pandangan pakar

Berikut pandangan 3 pakar ihwal keputusan MK yang mengabulkan sebagian permohonan uji materi batas usia capres-cawapres:

  1. Ujang Komarudin

Pengamat politik dari Universitas Al Azhar Jakarta Ujang Komarudin menilai, keputusan MK itu hanya untuk kepentingan penguasa.

"Jadi, ya, kelihatannya memang ini desain TSM atau bersifat struktur, sistematis, dan masif, dari kelompok tertentu untuk menggunakan Mahkamah Konstitusi melegalkan Gibran sebagai bakal cawapres," kata dia, Selasa, 17 Oktober 2023.

Keputusan MK, menurutnya, menunjukkan bahwa hakim MK tak bersikap seperti negarawan karena keputusan yang diambil hanya untuk kepentingan meloloskan anak pertama Presiden Joko Widodo menjadi bakal cawapres.

"Ini sebenarnya tragedi demokrasi yang tidak bagus. Kelihatannya memang MK kebobolan," ujarnya, "MK tidak bersikap negarawan karena keputusannya hanya untuk kepentingan keluarga Jokowi."

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat