kievskiy.org

Roundup: Firli Bahuri Jadi Noda Hitam Muruah KPK, sang Ketua Jadi Tersangka

Tersangka kasus suap Firli Bahuri.
Tersangka kasus suap Firli Bahuri. /Antara/M Risyal Hidayat

PIKIRAN RAKYAT - Pengamat yang juga pakar hukum pidana Universitas Jember, Arief Amrullah, mengatakan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri sebaiknya mundur atau mengundurkan diri dari jabatannya untuk menjaga marwah lembaga antirasuah tersebut.

"Selama ini KPK dipercaya oleh masyarakat sebagai lembaga untuk penegakan hukum tindak pidana korupsi, namun ketika Ketua KPK terjerat kasus dugaan pemerasan maka menjadi preseden buruk bagi lembaga itu," katanya, dikutip dari Antara pada Jumat, 24 November 2023.

Kepolisian Daerah (Polda) Metro Jaya menetapkan Firli Bahuri sebagai tersangka dalam kasus dugaan pemerasan oleh pimpinan KPK terhadap mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo pada Rabu, 22 November 2023 malam.

Baca Juga: Mahfud MD Soal Status Firli Bahuri di KPK: Tersangka Belum Tentu Tidak Aktif Juga

"Firli selalu berkelit dalam proses hukum yang menimpanya. Hal tersebut seharusnya tidak dilakukan mengingat jabatannya sebagai Ketua KPK dan seharusnya ia berani untuk menyerahkan diri tanpa ada tekanan dari publik," tuturnya.

Ia menilai tindakan yang dilakukan Firli tidak memberikan teladan yang baik sebagai pimpinan KPK karena selama ini masyarakat berharap lembaga antirasuah itu dapat memberantas tindak pidana korupsi di Indonesia, bukan sebaliknya.

"Kredibilitas lembaga antirasuah itu akan dipertanyakan oleh publik dan sebaiknya yang bersangkutan mundur dari jabatannya untuk fokus dalam kasusnya daripada nanti dipaksa mundur oleh publik dan membebani KPK," ucap pakar hukum pidana Fakultas Hukum Unej itu.

Jika Firli masih menjabat, lanjut dia, maka kredibilitas lembaga antirasuah itu akan tercedera dan kinerja pemberantasan korupsi akan terganggu dan terhambat, apalagi saat ini memasuki tahun politik yang rawan terhadap gesekan politik dan hukum.

"Para penegak hukum juga harus bekerja sesuai dengan norma hukum yang berlaku dan jangan sampai terjadi politisasi hukum pidana karena hal itu akan membahayakan bagi penegakan hukum di Indonesia, sehingga tidak boleh dicampuradukkan antara hukum dan politik," ujarnya.

Sementara itu pada pasal 32 ayat 2 UU KPK menyebutkan bahwa dalam hal pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi menjadi tersangka tindak pidana kejahatan, maka pimpinan KPK diberhentikan sementara dari jabatannya.***

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat