kievskiy.org

Jusuf Kalla Blak-blakan Soal 'Pemilu Sayang Anak': Megawati dan SBY Sadar Diri, Jokowi Maksa

Kolase Megawati Soekarnoputri, SBY, dan Jokowi.
Kolase Megawati Soekarnoputri, SBY, dan Jokowi. /Antara/Akbar Nugroho Gumay dan Hafidz Mubarak

PIKIRAN RAKYAT - Wakil Presiden keenam dan kesepuluh, Jusuf Kalla membahas mengenai 'pemilu sayang anak' yang terjadi di Indonesia. Dia menuturkan, hal itu sudah terjadi dalam beberapa tahun terakhir, tetapi kali ini yang paling menonjol.

Beberapa waktu lalu, dia pernah mengatakan bahwa Pilpres 2024 merupakan 'Pilpres Sayang Anak'. Sejak beberapa tahun terakhir, Ibu dan Bapak berusaha untuk mencalonkan anak-anak mereka.

Ibu dan Bapak yang dimaksudnya adalah Megawati Soekarnoputri, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), dan Jokowi. Apa yang terjadi pun dia lihat sendiri, sehingga Ketua PMI itu bisa secara blak-blakan membahas permasalahan tersebut.

"Real (melihat sendiri), contohnya saja ya kita urut aja. Ibu Mega sayang anaknya sehingga Puan dicalonkan (sebagai kandidat Capres), tetapi Ibu Mega menyadari bahwa dengan cara itu justru tidak baik. Maka dia berhenti itu, maka dengan berat hati (Megawati berhenti)," tutur Jusuf Kalla, Minggu 17 Desember 2023.

"Pak SBY menginginkan tentu AHY sebagai calon yang baik, pemimpin yang baik, kan memenuhi syarat sebagai ketua partai tapi juga karena pengalaman yang tidak cukup, disadari juga bahwa itu sulit, karena itu (SBY) berhenti," ujarnya menambahkan.

Jokowi Terlalu Paksakan Kehendak

Akan tetapi, berbeda dengan Megawati Soekarnoputri dan SBY, Jusuf Kalla melihat sosok Jokowi justru 'memaksakan' kehendaknya. Sehingga, Gibran Rakabuming Raka pada saat ini bisa mendapatkan posisi Cawapres mendampingi Prabowo Subianto.

"Kemudian Pak Jokowi, kita tahu semua, mendorong putranya walaupun tidak memenuhi ketentuan undang-undang, awalnya. Maka dengan segala kekuasaan di tangan mendorong MK untuk mengambil keputusan-keputusan yang tidak wajar. Perlawanan sekarang ini terjadi, terjadi," ucapnya.

"Memang sayang anak itu ada, tapi Ibu Mega dengan SBY sadar akan hal itu maka tidak dilanjutkannya. Namun ini dipaksakan untuk terus, terjadi (hal) yang dari sisi pandangan masyarakat itu keliru karena dengan cara itu terbukti ketua MK-nya sendiri sudah dianggap salah, tapi tetap berjalan terus," kata Jusuf Kalla menambahkan.

Oleh karena itu, pada saat ini terjadi perlawanan terhadap putusan MK yang dinilai mengandung unsur kepentingan tersebut. Meski, perlawanan yang dilakukan masih dalam koridor demokrasi.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat