kievskiy.org

Aroma Kejanggalan Pengelolaan Dana Kampanye Parpol, Masalah Sistematik Sejak Awal Reformasi

Ilustrasi uang rupiah.
Ilustrasi uang rupiah. /Antara/Muhammad Adimaja

PIKIRAN RAKYAT - Akademisi menilai ada indikasi kejanggalan dalam pengelolaan dana kampanye partai politik (Parpol). Sehingga, transparansi dan akuntabilitas dana politik menjelang Pemilu 2024 perlu diungkap serius.

Pernyataan itu disampaikan, menanggapi pernyataan Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana soal adanya dugaan transaksi janggal dana kampanye Pemilu 2024.

Data yang disampaikan oleh PPATK tersebut dinilai mengindikasikan adanya transaksi janggal dalam pengelolaan dana politik, terutama terkait Rekening Khusus Dana Kampanye (RKDK) dari bendahara partai politik.

Ternyata, dana tersebut tidak mengalami pergerakan yang signifikan. Namun, terjadi perputaran dana hingga mencapai triliunan rupiah di masa kampanye dari rekening atas nama para kandidat Daftar Calon Tetap (DCT) Pemilu 2024.

"Data ini mengungkap bahwa transparansi dan akuntabilitas dana partai politik dan kandidat pejabat publik masih menjadi isu yang belum terselesaikan, menjadi masalah sistematik sejak awal reformasi 1998," tutur Dosen Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia (UI) Vishnu Juwono di Depok, Jawa Barat, Selasa 19 Desember 2023.

Politik Uang Masih Jadi Masalah Sistemis

Menurut Vishnu Juwono, hal itu menunjukkan bahwa politik uang masih menjadi masalah sistemis. Oligarki atau pemodal di tingkat nasional maupun daerah memiliki pengaruh besar terhadap pengambilan kebijakan di eksekutif, legislatif, dan yudikatif.

"Oligarki pada level nasional dan daerah dapat dengan leluasa tanpa pengawasan Komisi Pemilihan Umum (KPU) memberikan sumbangan sebesar-besarnya kepada kandidat presiden, wakil presiden, dan calon legislatif, yang dianggap punya prospek tinggi untuk menang Pemilu 2024. Ini menjadi perhatian serius karena berpotensi merugikan rakyat banyak," katanya.

Vishnu Juwono juga menyoroti fakta bahwa sebagian besar dana untuk keperluan kampanye politik tidak dilaporkan ke KPU melalui RKDK. Sehingga, hal itu membuka peluang besar untuk pelanggaran Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, terutama soal batasan sumbangan individu maksimum Rp2,5 miliar, sumbangan kelompok maksimum Rp25 miliar, dan sumbangan badan usaha pemerintah dan non-pemerintah maksimum Rp25 miliar.

"Dengan demikian, oligarki dapat memberikan sumbangan sebesar-besarnya kepada kandidat, dengan harapan ditukar dengan kebijakan publik yang menguntungkan kepentingan bisnis mereka, merugikan prinsip demokrasi, di mana kebijakan publik seharusnya melibatkan dan memberi manfaat bagi masyarakat luas," ujarnya.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat