kievskiy.org

Anies Baswedan: Rasa Cinta Tanpa Syarat Jadi Sesuatu yang Hilang di Indonesia

Capres nomor urut 1 Anies Baswedan saat berkampanye di Pamekasan, Jawa Timur pada 31 Januari 2024.
Capres nomor urut 1 Anies Baswedan saat berkampanye di Pamekasan, Jawa Timur pada 31 Januari 2024. /ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra

PIKIRAN RAKYAT - Capres nomor urut 1 Anies Baswedan bercerita bahwa selama berkeliling ke berbagai tempat di Indonesia, ia juga mencari tahu sesuatu yang hilang dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Setelah merenungkan, ia menemukan bahwa cinta adalah sesuatu yang hilang tersebut. 

Anies Baswedan menilai hubungan negara dengan rakyat seharusnya sama dengan hubungan orangtua dengan anaknya. Hal itu disampaikannya dalam acara bertajuk Kumpul Bersama Unissula dan Capres Anies Rasyid Baswedan di Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) Semarang pada Senin, 5 Februari 2024. 

"Kami merenung apa sesungguhnya yang missing (hilang) di republik ini. Yang missing adalah rasa cinta tanpa syarat kepada Republik Indonesia. Ada (orangtua) yang cinta pakai syarat dengan anaknya? Tidak kan," katanya, dikutip Pikiran-Rakyat.com dari Antara pada Selasa, 6 Februari 2024.

Menurut Anies Baswedan, rasa cinta tanpa syarat harus dihadirkan negara untuk rakyatnya karena akan berdampak pada berbagai hal. Salah satu contohnya soal pendidikan yang akan dipandang sebagai investasi, bukan biaya pengeluaran.

Baca Juga: Hanya Ganjar yang Paham Stunting, Mahfud MD Singgung Paslon Lain yang Masih Bingung

"Semua orang tua melihat biaya pendidikan anak-anaknya ada yang 'itungan' (perhitungan)? Republik ini punya kekayaan alam yang dahsyat untuk membangun kekuatan manusia," ujarnya.

"Coba, ada tidak ayah ibu yang 'itung-itungan' dengan anaknya? Enggak ada. Yang ada cinta kasih. Apapun akan dikeluarkan demi anak-anaknya," ucapnya. 

Oleh karena itu, Anies Baswedan menegaskan bahwa seharusnya negara tak boleh perhitungan dengan rakyatnya sendiri. Apalagi yang berkaitan dengan pengembangan pendidikan dan sumber daya manusia.

"Saya menemukan salah satu faktor, kita ini mengelola negara dan berhadapan dengan rakyat sering 'itung-itungan' (perhitungan)," tuturnya.

"Makanya, saya bilang negara itu tidak boleh berdagang dengan rakyatnya, negara tidak boleh 'itung-itungan' dengan rakyatnya," katanya melanjutkan.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat