kievskiy.org

Koalisi Masyarakat Sipil Kritik Rencana Mabes TNI Tambah Kodam untuk Semua Provinsi

Panglima TNI Jenderal TNI Agus Subiyanto (kanan) mengecek alat penanggulangan huru-hara prajurit TNI saat apel gelar pasukan pengamanan Pemilu 2024 di Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Kamis, 1 Februari 2024.
Panglima TNI Jenderal TNI Agus Subiyanto (kanan) mengecek alat penanggulangan huru-hara prajurit TNI saat apel gelar pasukan pengamanan Pemilu 2024 di Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Kamis, 1 Februari 2024. /Antara/Genta Tenri Mawangi

PIKIRAN RAKYAT - Koalisi Masyarakat Sipil Reformasi Sektor Keamanan mendesak Mabes TNI harus menghentikan rencana penambahan Komando Daerah Militer (Kodam) untuk semua provinsi Indonesia. Selain tidak berkontribusi memperkuat pertahanan negara, penambahan Kodam dinilai hanya bakal menimbulkan sengkarut pengelolaan keamanan dalam negeri dan berdampak buruk bagi demokrasi.

Lebih dari itu, penambahan Kodam merupakan bentuk pemborosan anggaran pertahanan negara di tengah terbatasnya anggaran untuk pemenuhan dan modernisasi alutsista saat ini.

Pemerintah dan DPR pun didesak segera melakukan restrukturisasi komando teritorial (Kodam hingga Koramil) dan digantikan model postur dan gelar kekuatan militer yang lebih kontekstual dengan dinamika ancaman dan kondisi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan.

"Koalisi memandang, langkah Mabes TNI yang terus melanjutkan rencana penambahan Kodam untuk tiap provinsi menunjukkan pemerintah tidak memiliki visi yang reformis di bidang pertahanan negara, khususnya untuk menjaga dan mengawal reformasi TNI sebagai aktor penting di dalamnya," kata Muhammad Isnur mewakili koalisi dalam keterangan tertulis, Kamis, 29 Februari 2024 malam.

Alih-alih akan memperkuat pertahanan negara, penambahan Kodam untuk tiap provinsi dinilai mengkhianati amanat reformasi TNI 1998 dan justru berdampak buruk terhadap kehidupan demokrasi. Penambahan Kodam menunjukkan masih kuatnya orientasi pembangunan postur dan gelar kekuatan TNI yang lebih banyak ditujukan dan diorientasikan inward looking bukan outward looking dengan dominannya persepsi ancaman internal. Hal itu berimplikasi pada kecenderungan terlibatnya militer dalam kehidupan politik, dan sebagai konsekuensinya sulit untuk menciptakan TNI sebagai alat pertahanan negara yang kuat, profesional, dan modern.

Koalisi juga mengingatkan bahwa agenda reformasi TNI 1998 telah mengamanatkan kepada otoritas politik, dalam hal ini Pemerintah dan DPR merestrukturisasi komando teritorial, yaitu eksistensi Kodam hingga Koramil di level yang paling bawah. Pelaksanaan agenda tersebut senapas dengan upaya penghapusan peran sosial-politik ABRI/TNI yang didorong pada tahun 1998 mengingat pengalaman historis di era Orde Baru yang lebih berfungsi sebagai alat politik kekuasaan, bukan pertahanan negara.

Restrukturisasi Koter secara tersirat telah diamanatkan dalam Penjelasan Pasal 11 Ayat (2) UU TNI yang menyatakan, “dalam pelaksanaan penggelaran kekuatan TNI, harus dihindari bentuk-bentuk organisasi yang dapat menjadi peluang bagi kepentingan politik praktis. Pergelarannya tidak selalu mengikuti struktur administrasi pemerintahan.” Dengan dasar tersebut, eksistensi komando teritorial mestinya direstrukturisasi, bukan ditambah atau disesuaikan mengikuti jumlah provinsi di Indonesia.

Koalisi menilai, penambahan 22 Kodam baru sesungguhnya lebih menyiratkan adanya kehendak melanggengkan politik dan pengaruh militer, khususnya matra darat dalam kehidupan politik dan keamanan dalam negeri seperti zaman Orde Baru. Tindakan tersebut bukan bertujuan memperkuat peran TNI dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya sebagai alat pertahanan negara. Dengan masih kuatnya persepsi ancaman internal dan orientasi inward looking, prajurit TNI yang ditempatkan dan mengisi struktur teritorial mulai dari Kodam hingga Koramil akan lebih banyak disibukkan untuk mengurusi persoalan politik, sosial masyarakat dan isu keamanan dalam negeri. Dengan demikian, bukan fokus ke tugas pokoknya dalam menghadapi ancaman eksternal dari negara lain.

Dengan semakin menguatnya Koter, ruang dan kecenderungan bagi militer untuk berpolitik menjadi tinggi. Secara organisasional, Koter dibangun dengan asumsi pembagian administrasi pemerintahan, karena itu strukturnya menduplikasi birokrasi pemerintahan dari pusat sampai daerah hingga di level yang paling rendah.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat